Dari Sabut Kelapa Hingga Akar Tanaman,. Novriansyah Mampu Buat Ini

Rabu 13 Dec 2023 - 17:06 WIB
Reporter : nisa
Editor : Srimulat

KAYUAGUNG, SUMATERAEKSPRES. ID - Inovasi yang dilakukan Novriansyah (35), warga Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya, OKI sangat bermanfaat. Apa yang dilakukannya bisa digunakan dalam program Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) khususnya untuk menyuburkan tanaman.

Sabut kelapa yang selama ini dijadikan bahan untuk membuat bara api ternyata memiliki manfaat luar biasa. Di tangan Novriansyah,  sabut ini mampu  disulap menjadi  pupuk organik yang bernilai tinggi.

BACA JUGA:Dijamin Ampuh, Begini Cara Membuat Pupuk Organik Cair Biar Pohon Cepat Berbuah, Bisa Beli di Warung

BACA JUGA:Anjurkan Pakai Pupuk Organik

BACA JUGA:Kurangi Ketergantungan Kimia, Buat Pupuk Organik Secara Mandiri

Inovasi yang dilakukan Novriansyah ini berbekal pengalaman dan pelatihan yang diikuti selama ini. Di tangannya, Novriansyah mampu membuat 4 macam jenis pupuk cair dan 1 macam pupuk padat dengan bahan-bahan utama yang didapatkan dari sekitar rumahnya.  Mulai dari pupuk padat bernama kohe, pupuk cair urea, fosfat, pengganti KCL, dan pupuk PGPR.

Untuk bahan pembuatan pupuk organik cair (POC) urea  yaitu rumput-rumput lalu dicacah dan ditambahi dengan gula cair dan bakteri EM4. Lalu dipersentasikan selama kurang lebih 15 - 30 hari. Lalu POC fostat dengan bahan bonggol pohon pisang kemudian dicacah halus dan diberikan molase (gula cair) serta tambahkan bakteri EM4 secukupnya tunggu selama 1 bulan.

BACA JUGA:Tanaman Subur dan Hati Terhibur! Simak Tips Membuat Pupuk Organik Cair Berikut

Kalau pupuk pengganti KCL bisa diolah dari serabut kelapa dicacah lalu diberi air tambahkan juga gula cair dan beri bakteri EM4 dan fermentasi juga selama 1 bulan. Terakhir pembuatan POC PGPR.  Pembuatan pupuk ini memang agak ribet. Bahannya yaitu dari akar-akar bambu, akar putri malu atau akar pisang yang banyak mengandung bakteri.

Selanjutnya  dicampur air matang dan direndam selama 5 hari setelah dapat biangnya  barulah dicampur dedak yang sudah direbus dan tambahkan terasi serta campurkan dengan gula cair. Tinggal tunggu selama 15 - 30 hari baru siap disemprotkan.

Dengan sistem pembuatan pupuk organik ini, dirinya dapat melakukan penghematan biaya perawatan sawah miliknya. Seluruh pembuatan POC tersebut hanya membutuhkan molase (gula cair) dan bakteri EM4.

Jadi hanya dua bahan yang dibeli yaitu gula cair per liter Rp20 ribu dan bakteri EM4 per botol hanya Rp35 ribu. Sedangkan bahan baku lainnya bahan dari sekitar atau mudah didapat. ‘’Biaya jauh lebih irit jika dibandingkan membeli pupuk kimia,"terangnya.

BACA JUGA:Gak Perlu Beli Produk Mahal, Ini 3 Bahan Alami dari Dapur yang Bisa Mengatasi Bibir Kering dan Pecah-Pecah

Diakuinya, peralihan pupuk kimia ke pupuk organik baru dijalani sekitar 4 tahun terakhir dengan luasan lahan yang digarap sekitar satu hektare menghasilkan beras organik bernilai tinggi.   ‘’Jadi sampai sekarang lahan yang benar-benar full organik seluas seperempat hektare, sisanya ¾ hektare statusnya masih semi organik,’’ katanya.
 
Di tahun pertama peralihan pemberian pupuk organik satu hektare hanya menghasilkan sekitar 4 ton gabah kering giling (GKG)." Pastilah mengalami penurunan  karena membutuhkan  waktu lama dibandingkan bertanam menggunakan pupuk non organik," terangnya.

Tetapi di tahun kedua, ketiga semakin meningkat dan untuk tahun keempat kemarin sudah kembali normal seperti saat memakai pupuk kimia yaitu 6 -7 ton. Ke depan bakal ada penambahan jumlah lahan yang akan menerapkan pemupukan secara organik.

Menurutnya cukup sulit beradaptasi lahan yang sebelumnya diberi pupuk kimia dan beralih dengan pemberian pupuk organik. Hal ini dikarenakan kadar residu dari zat-zat kimia yang telah tercampur ke dalam tanah.  Masalahnya banyak lahan di sini yang masih sakit. ‘’Jadi  harus mencari lahan yang sehat atau bukaan baru susah untuk  proses menggunakan pupuk organik,’’ ujarnya.
(uni)

Kategori :