JAKARTA - Puncak Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang digelar di Istora Senayan 12-13 Desember menjadi ajang refleksi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, KPK kini menjadi sorotan dan tengah isu yang menerpa negatif.
Bahkan di beberapa survei mencatat kepercayaan pada lembaga antirasuah itu terus menurun. Untuk itu, KPK harus fokus pada penataan lembaga dan kolaborasi dengan berbagai instasi untuk berantas korupsi agar marwahnya kembali terangkat.
Diungkapkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dari catatan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) tahun ini di angka 3,92. Capaian itu turun dibandingkan tahun 2022 di mana IPAK mencapai 3,93. Begitu juga dengan Survei Penilaian Integritas (SPI). Di mana tahun 2022 angkanya mencapai 71,9. Sementara di tahun sebelumnya tercatat 72,4.
"Memang mengalami penurunan. Ini menjadi pekerjaan rumah kita semua," tuturnya. Termasuk internal KPK sendiri. Sehingga Ghufron berjanji akan memperkuat kolaborasi antar berbagai elemen agar pemberatan korupsi ke depan makin kuat.
Ia juga memaparkan, Hari Anti Korupsi Sedunia tersebut bagian dari refleksi bersama. Bukan pada mengangkat acara seremoninya, tapi ajakan kepada semua lapisan masyarakat. "Semangat untuk berantas korupsi yang diangkat," paparnya.
Ditempat terpisah, Mantan Wakil Ketua KPK Saut Sitomurang menyorot, penilaian korupsi Indonesia juga jeblok dari penilaian internasional. Yang dibuktikan turunnya hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Skala IPK di 2022 tercatat 34. Turun empat poin dari tahun sebelumnya di mana masih 40.
"Yang dibutuhkan KPK ke depan itu soal integritas dan kompetensi," tegasnya. Karena tanpa dua elemen itu KPK akan terus merosot. Laporan lembaga internasional itu menjadi bukti, laju pemberatasan korupsi di Indonesia terus alami penurunan.
Ditempat terpisah, Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan ke depan yang dibutuhkan KPK adalah assesment loophole. Atau asesmen internal yang memetakan potendi penyimpangan seluruh level. Mulai dari teras atas pimpinan hingga tingkat staf.
Sebab, aejak kasus Firli Bahuri, di level pimpinan ada peluang main kasus. Hal ini lah yang harus dicari persoalan dan dimitigasi. "Karena itu, harus ada review ulang peta peluang penyimpangan di seluruh jenjang jabatan," tuturnya. (*/)