SUMATERAEKSPRES.ID-Berbagai prasasti di wilayah Sumatera masih sering ditemukan. Salah satunya yang terbaru Prasasti Timah Sumatra. Apakah terkait Kerajaan Sriwijaya?
Secara relief, prasasti itu diduga kuat berasal dari rentang abad 7 hingga 11 Masehi. Sedangkan secara paleografis, prasasti tersebut ditulis dalam aksara Pallawa Grantha dan Pasca Pallawa.
Hal itu disampaikan peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB) BRIN, Ery Soedewo.
Katanya, bahasa yang digunakan dalam prasasti itu didominasi kosakata yang berasal dari rumpun bahasa Austronesia.
BACA JUGA:Yuk Kepoin Candi Bumi Ayu, Saksi Sejarah Peninggalan Hindu di Pesisir Sungai Lematang PALI
Ada sisipan kata yang diadopsi dari kosakata rumpun bahasa Indo-Aryan, khususnya Sansekerta.
“Isinya doa dan mantra,” ujar Lisda Meyanti yang juga seorang peneliti PR APS.
Mantra dan doa dalam lempengan Prasasti Timah Sumatra berasal dari Sungai Batanghari, Musi, dan sungai-sungai kecil di sekitarnya.
Dalam katalog Prasasti Timah Sumatra tahun 2019, komposisi tulisan pada prasasti berisikan doa sekitar 15 persen dan mantra 20 persen.
Selebihnya berupa hal-hal yang diistilahkan dengan sebutan sapatha, aturan, rajah, yantra, ungkapan rasa, isoteris, dan masih ada lagi yang belum teridentifikasi.
BACA JUGA:Festival Candi Bumi Ayu, Memperingati Kejayaan Sriwijaya dengan Kemeriahan Budaya
Pulau Sumatra yang membentang dari Aceh hingga Lampung memang memiliki sejarah yang panjang dan dinamis.
Banyak temuan-temuan baru yang mengungkap sejarah terutama pada masa kepurbakalaan Hindu-Buddha atau sekitar abad 7 hingga 14 Masehi.
Namun demikian, penelitian prasasti di Sumatera masih belum banyak didalami. Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah (APS), M Irfan Mahmud mengatakan, penelitian prasasti di Sumatera satu tema yang cukup jarang di Asia.
Menurutnya, tema ini juga menjadi satu topik yang sebenarnya sangat penting, dalam konteks bagaimana memposisikan Indonesia dalam hubungan dengan dunia global di periode awal-awal Masehi.
BACA JUGA:Candi Tingkip, Sejarah yang Terkubur di Perkebunan Warga
Hal itu ia ungkapkan dalam Webinar Forum Kebhinekaan seri ke-22 dengan tema ‘Prasasti Prasasti Sumatra’, Selasa (28/11) lalu.
Ia mengatakan, Sumatera merupakan satu landscap kultural, peradaban, juga lanskap negeri yang berhadapan langsung dengan daratan besar Asia.
Karena itu, Pulau Sumatera memiliki koneksi cukup tua dengan dunia luar, seperti Afrika dan Timur Tengah.
Inilah yang tentu yang menjadi dasar dengan berbagai kontak-kontak pada awalnya prasasti - prasasti di Sumatera. Kualitas dan jumlahnya tidak jauh berbeda dengan yang ada di Jawa.
BACA JUGA:DESTINASI WISATA Danau Merah Rimba Candi
“Hanya saja, pembahasan dan pencarian nilai-nilai di wilayah Sumatra ini masih kurang,” bebernya.
Irfan juga mengungkapkan, saat ini, jumlahnya sudah puluhan prasasti yang sedang dikaji. Pihaknya berharap, dapat ditemukan prasasti yang berisi tentang aturan dan keputusan-keputusan kerajaan yang bisa memberi nilai dan pandangan tentang kebangsaan zaman dulu.
“Saya yakin, seminar ini akan menggoda kita untuk lebih mendalami Sumatera,” tandas Irfan. (*/)