Misalkan yang di Cirata itu. PLN harus membeli listrik dari PLTS Terapung Cirata. Sebanyak 200MW. Hanya di siang hari.
Dengan harga lebih mahal dari listrik yang dihasilkan oleh PLTU milik PLN sendiri. Juga lebih mahal dibanding harga jual PLN kepada pelanggan rumah tangga.
Padahal di siang hari PLN sudah kelebihan listrik. Di Jawa –tempat Cirata berada. Lalu PLN diharuskan membeli listrik yang lebih mahal di siang hari.
Maka ketika berita peresmian Cirata menyebar ke seluruh dunia, PLN sebenarnya pusing tujuh keliling dunia: harus membeli listrik di saat lagi kelebihan listrik. Dengan harga lebih mahal pula.
COP28 Abu Dhabi tidak akan tahu problem internal seperti itu. Kalau saja saya bisa hadir saya akan bawakan masalah khas negara berkembang: penggunaan listrik yang tidak seimbang antara siang dan malam.
Tepatnya antara pukul 17.00 sampai 23.00 dan setelahnya. Antara jam 17.00 sampai 23.00 penggunaan listrik sangat tinggi. Antara 23.00 sampai 16.30 pemakaian listrik sangat rendah.
Itu khas negara berkembang. Tidak terjadi di negara maju. Di negara maju siang hari pun konsumsi listriknya tinggi. Dipakai industri.
COP28 memang seperti soto kurang bawang goreng: Presiden Amerika Serikat tidak hadir. Sibuk dengan ancaman pemerintahan tidak dapat biaya --tidak disetujui DPR.
Presiden Tiongkok juga tidak hadir. Tapi dua tokoh itu sepakat COP28 harus sukses. Keduanya sudah bertemu di San Francisco pekan lalu. Sudah pula sepakat soal pentingnya COP28.
Indonesia pun sepakat UEA jadi tuan rumah COP28. Dulu UEA juga mendukung ketika Indonesia jadi tuan rumah COP26. Di COP berapakah suhu bumi mulai turun?(*)