Tanjak Dibuat Tanpa Jahitan, Bagaimana Ceritanya

Rabu 15 Nov 2023 - 15:30 WIB
Reporter : Srimulat
Editor : Srimulat

 

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Sebagian warga Palembang pasti tahu dengan tanjak. Saat ini, dikenakan di kepala tersebut masih dipakai untuk beberapa acara resmi. Dibalik itu, ternyata ada sejaran dan filosofi tersendiri dibaliknya. Seperti apa ?

 

 Salah satu yang menjadi pemerhati masalah tanjak adalah Budayawan, Kemas AR Panji. Dia membeberkan, bahwa benda satu ini merupakan   pakaian pelengkap bagi kaum pria yang ada di Kota Palembang dan Sumsel pada masa lampau.   

 

BACA JUGA:Budayawan Palembang Sebut Lato-Lato Bukan Permainan Tradisional, Alasannya..

 

‘’Pada masanya itu merupakan aksesoris pelengkap pakaian pria yang menjadi fashion. Namun, seiring berkembangnya waktu,  tanjak ini semakin dilupakan digantikan dengan peci atau topi,” katanya.

 

Tanjak mulai dilupakan saat pemerintah kolonial Belanda masuk  Indonesia. Negara itu mengenalkan topi yang dimodifikasi dengan adat setempat. “Lalu masuknya peradaban Islam yang kemudian berubah lagi berbentuk peci dan sebagainya, " ujarnya.

 

BACA JUGA:Pecahkan Rekor Muri, Tanjak terbesar

 

BACA JUGA:Unik dan Megah! Ribuan Mahasiswa Baru Unsri Kenakan Tanjak dan Gandik dalam PK2MB. Pecahkan Rekor MURI

 

Menurutnya, tanjak sejatinya merupakan seni dan teknik melipat kain. Saat itu tanjak dibuat oleh orang orang dulu tanpa menggunakan jahitan. Jadi, dahulu hanya berupa kain yang dilipat sedemikian rupa sehingga membentuk tanjak lalu di gunakan di atas kepala.  ‘

 

’Ya jadi ini yang perlu kita pelajari, lestarikan dan kenalkan kepada generasi muda, sebab banyak yang mengira tanjak itu sama halnya topi, sudah jadi dan tinggal pakai, seperti yang ada saat ini, " katanya.

 

BACA JUGA:Peringatan Hari Lahir Pancasila, Petugas SPBU Kompak Pakai Tanjak Layani Konsumen

 

T anjak juga ada beberapa jenis.   Seperti tanjak kepodang yang inspirasinya itu dari kepala burung kepodang yang mempunya lis hitam kanan kiri membentuk segitiga. Kemudian tanjak belah mumbang yang diinspirasi dari bakal buah dimana pada tanjak ini ada lipatan di bagian kanan dan kiri sehingga membentuk seperti daun yang membelah.

 

Lalu, ada  tanjak meler dimana bentuknya menjuntai. Namun itu,lebih ke bentuk variasi saja. Terakhir  ada tanjak rantau yang ciri khasnya ada jendolan lipatan dibagian kening, dan yang paling banyak digunakan saat ini.

 

‘’Bahan yang digunakan sebagai tanjak biasanya kalau tidak songket ya batik Palembang. Namun di masanya kebanyakan menggunakan batik Palembang dan secara umum para bangsawan, raja serta priyai-priyai saat itu lebih sering menggunakan tanjak kepodang, belah mumbang dan meler, nah kalau tanjak rantau digunakan orang yang ingin merantau ataupun pendatang, " katanya.

 

BACA JUGA:Sebaiknya Kamu Tahu! Inilah 14 Ragam Motif Songket Palembang, Ada yang Harganya Rp100 Juta

 

BACA JUGA:Inovasi Kampung Tenun Songket Suro Perlosa

 

Dia berharap, tanjak kembali dibudayakan penggunaannya, untuk kegiatan dan acara-acara, sehingga bisa dikenal oleh generasi muda. "Kemudian yang harus dikenalkan lagi yakni cara dan teknik melipatnya bila perlu dijadikan muatan lokal di sekolah -sekolah," Katanya

 

Selain itu, diharapkan peran pemerintah lebih maksimal lagi memfasilitasi para pengrajin dan budayawan yang masih tersisa untuk melestarikan ini. "Peran pemerintah ini sangat penting sebab mereka yang bisa merangkul dan membuat aturannya, sehingga ini bisa kembali dilestarikan, " pungkasnya. (cj15)

 

Kategori :