PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Serentetan serangan Israel yang terus meningkat di tanah Palestina telah menimbulkan gelombang global untuk memboikot produk dari dan pendukung Israel.
Sejumlah perusahaan yang menjadi sasaran boikot kini merasa cemas dan terpaksa memberikan klarifikasi menyusul penurunan jumlah pelanggan yang tercatat.
Meskipun belum ada laporan terkini mengenai dampak finansial yang dihadapi Israel, laporan Al Jazeera mengungkapkan fakta ini.
BACA JUGA:Termasuk Pakai Joki, Berikut 4 Sanksi Pelanggar Aturan Tes CPNS, 2023 Bisa Sampai Penjara Lho!
Bahwa gerakan boikot memiliki potensi untuk mengakibatkan kerugian mencapai US$11,5 miliar atau sekitar Rp180,48 triliun per tahun bagi Israel.
Tentu saja, pemerintah Israel sedang menghadapi kekhawatiran serius terkait potensi kerugian ekonomi ini.
Prioritas diplomatik terkini mereka secara khusus terfokus pada upaya menanggulangi gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS).
Bahkan, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tak segan melarang kelompok-kelompok yang memberikan dukungan kepada gerakan boikot.
Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran bahwa ribuan warganya mungkin kehilangan pekerjaan akibat boikot internasional yang dapat diterapkan secara menyeluruh.
Sejauh ini, pihak Israel secara tegas membantah bahwa gerakan boikot dapat memberikan dampak merugikan pada ekonomi mereka.
Beberapa sumber, termasuk Brookings Institution di Washington, AS, menilai bahwa gerakan BDS mungkin tidak akan berdampak drastis pada perekonomian Israel.
Sebab, sekitar 40 persen dari total ekspor Israel terdiri dari barang-barang "intermediet" yang digunakan dalam tahap produksi di berbagai lokasi, seperti semikonduktor.