Kisah Theresia, Pejuang Kesehatan di Pedalaman Desa Uzozozo

Sabtu 04 Nov 2023 - 20:43 WIB
Reporter : Rendi
Editor : Rendi

SUMATERAEKSPRES.ID – “Mau kerja kebun berhektar-hektar, Opa Zera hantam. Mau jalan kaki berkilo-kilo, mau sobhe (menyelam), mau lomba tidak makan seharian, bikin kapur sirih, bikin kandang ayam, Opa Zera sanggup,” cerita Theresia Dwiaudina Sari Putri tentang Opa Zera, warga Desa Uzozozo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (3/11).

 

Giliran diajak ke Poskesdes (Pos Kesehatan Desa), lanjut Bidan Desa Uzozozo ini, pasti ada saja alasannya. Kalau sakit pun susah mau diperiksa, dan jawaban ini selalu dititipkan ke istrinya. “Cuma pilek sedikit, bentar juga hilang. Terlalu capek, nanti kalau sudah istirahat pasti baik lagi. Karena lupa makan saja, habis makan sudah ok lagi. Kami dulu kalau sakit, minum ini daun saja sembuh.”

 

Tapi Theresia tak pernah menyerah mengabdikan diri melayani masyarakat desa, terutama saat mereka menelpon meminta pertolongan. Walau jauh ke pedalaman atau pelosok hutan, ia dengan sabar mendatangi rumah-rumah warga melakukan pemeriksaan kesehatan lansia, gizi anak, pengobatan orang sakit, perawatan UGD, membantu persalinan ibu hamil, menjahit luka, imunisasi keliling, dan sebagainya.

 

Hingga akhirnya Opa Zera menyerah. “Biasanya sulit mau ketemu, ini kali Opa Zera panggil saya langsung ke rumahnya. Opa Zera sudah tunggu langsung depan pintu masuk, ia mau diperiksa, mau minum obat,” lanjut Theresia.

 

Dari rumah Opa Zera, Theresia terus berkeliling lagi, tanpa lelah dan bosan, bertahun-tahun sejak 2017 lalu. Setiap hari, ia mengendarai motor dari rumahnya di Desa Kekandere menuju Desa Uzozozo yang lokasinya paling ujung Kecamatan Nangapanda, sekitar 1 jam perjalanan. Jika jalan desa sedang basah dan berlumpur usai hujan, ia menitipkan motornya ke rumah warga lalu meniti jalan setapak yang masih tanah, bebatuan, dan kanan kiri semak belukar.

 

Theresia berjalan sejauh 2-3 kilometer ke poskesdes atau rumah-rumah warga. “Pas hujan susah banget masuk pedalaman, makanya kerjaanku banyak jalan kaki. Setiap hari sudah biasa berkilo-kilo. Jarak poskesdes ke rumah warga rata-rata jauh sampai 8 kilometer. Penduduk satu Desa Uzozozo saya layani 104 KK,” ujar Theresia. Karena ia satu-satunya tenaga kesehatan yang berjuang di sana.

 

Tenaga Honorer Digaji Dana Desa

 

Theresia merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) William Booth Surabaya jurusan Kebidanan tahun 2016. Setelah menempuh pendidikan DIII, orang tuanya yang berada di Desa Kekandere memintanya balik ke kampung halaman. Sepulangnya ke desa, ia mendapat tawaran dari Damianus Nangge, Kepala Desa Uzozozo kala itu untuk menjadi honorer tenaga kesehatan di Poskesdes Uzozozo. Gajinya dibayar dari dana desa.

 

Desa itu sebenarnya masih tetanggaan dengan Desa Kekandere, cuma lebih jauh terpencil sehingga tak banyak tenaga kesehatan yang mau bertugas ke sana. Bahkan listrik pun belum masuk kala itu. “Tapi karena saya lagi butuh pekerjaan, sekaligus mau mengaplikasikan ilmu kebidanan ke masyarakat, maka saya terima tawaran Pak Damianus. Betah atau nggak coba-coba dulu,” ujarnya.

 

Akhirnya Theresia menjadi tenaga kesehatan pertama di Desa Uzozozo. Ia menggerakan masyarakat supaya sadar akan pentingnya kesehatan secara medis, termasuk mengajarkan orang tua, khususnya ibu-ibu mengenai pola asuh dan nutrisi yang bagus untuk anak-anak mereka .

 

Theresia merasa senang dapat menolong orang hingga “ketagihan” sampai sekarang, makanya ia tak henti mengabdi membangun daerah sendiri walaupun gajinya tak seberapa. “Awalnya Pemerintah Desa membayar gaji saya Rp1 juta per bulan, lalu setiap bulan naik sekitar Rp50 ribu, dan saat ini gaji saya menjadi Rp1.350.000 per bulan,” tuturnya.

 

Cuma memang pembayaran gaji tak rutin setiap bulan, tergantung kapan dana desa cair, kadang 6 bulan sekali atau paling lama setahun sekali. Namun ia tak mempermasalahkan itu. “Sebab berkat gaji itu pula, saya bisa menabung dan melanjutkan kuliah S1 ke Stikes Bakti Utama Pati dan baru lulus tahun 2023 ini,” paparnya.  

 

Selama ini dalam mengobati pasien, Theresia selalu membawa obat-obatan dan peralatan medis milik sendiri yang disimpan dalam tas ranselnya. “Ada juga dari poskesdes tapi jumlahnya tak banyak. Namanya daerah pelosok, dana Pemerintah Desa terbatas untuk biayai poskesdes. Sarana prasarana kesehatan masih kurang, alat-alat pemeriksaan juga, lalu mobil ambulans tidak ada,” lanjutnya.

 

Di poskesdes pun tak ada perawat atau petugas kesehatan lain kecuali hanya Theresia. “Kalau mau merekrut orang lagi, Pemdes mungkin perlu biaya untuk mengaji mereka,” imbuhnya. Tapi walau sendirian, kehadirannya telah memberi secerca harapan dan manfaat yang besar soal pengetahuan kesehatan kepada masyarakat asli Desa Uzozozo yang rata-rata petani atau pekebun.

 

“Mereka membuka lahan, menanam kemiri, coklat, cengkeh sesuai musimnya, lalu menjual hasil komoditi itu ke pasar. Dari sana warga memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari,” paparnya. Mereka bahkan masih memegang kepercayaan atau tradisi lama yang diturunkan nenek moyang, misalnya anak boleh diimunisasikan asalkan jarum suntiknya ditusuk   ke pohon pisang setelah disuntik.

 

“Walau tak mengerti maknanya, saya biasanya memberikan pemahaman kepada mereka tanpa mengurangi apa yang mereka percayai. Kalau tidak merugikan dari segi kesehatan saya kira tidak apa-apa. Jadi dengan pendekatan seperti ini, pelayanan saya dapat diterima baik dengan menggabungkan persepsi saya dan mereka,” ungkapnya.

 

Berantem Dengan Dukun Beranak Hingga Bantu Persalinan di Jalan

 

Dulu ibu-ibu hamil kalau melahirkan pasti ke dukun beranak, jarang sekali yang ke fasilitas kesehatan karena masalah kepercayaan, ekonomi, atau jarak ke poskesdes/puskesmas yang sangat jauh. Tapi sekarang sudah bergeser sejak kedatangan Theresia 6 tahun terakhir, makin banyak yang memilih bersalin secara medis.

 

“Jika ada ibu-ibu yang mau lahiran, mereka pasti menelpon saya meminta bantuan. Jadi ada cerita waktu saya datang ke rumah pasien, di sana ada pula dukun beranak,” terangnya. Selama ini dukun itu memang selalu menolong mereka, tapi hari itu pasien itu memilih Theresia. Makanya sempat ada keluarganya berantem dengan dukun beranak. “Biasa lahiran sama dia, eh pindah ke saya,” lanjutnya.

 

Tak cuma itu, ia juga pernah menolong persalinan di jalan desa menuju poskesdes. “Ada seorang ibu hamil sudah bukaan akhir, ia mau dibawa ke poskesdes menggunakan mobil pikup milik Bumdes. Tapi berhubung jaraknya jauh ke pusat desa, sebelum sampai ibu itu justru melahirkan di jalan. Mau tak mau saya hampiri dan membantunya melahirkan saat itu juga, sebelum dibawa ke poskesdes untuk perawatan,” ujarnya.

 

Setiap kali berobat, masyarakat desa biasanya gratis menggunakan KIS (Kartu Indonesia   Sehat) atau barter dengan hasil bumi. Dari biaya pelayanan medis ini, puskesmas Kecamatan Nangapanda dapat menyediakan obat dan sarana prasarana untuk operasional puskesmas dan poskesdes yang ada, termasuk di Desa Uzozozo.

 

Selain melayani pemeriksaan kesehatan atau persalinan, Theresia secara berkala mengedukasi pola asuh orang tua, serta mengontrol asupan dan gizi anak-anak demi menuntaskan kasus stunting. “Kita kerjasama dengan pihak-pihak terkait, tak bisa berjalan sendiri-sendiri. Misalnya Pemdes menyediakan bantuan makanan tambahan, saya yang melakukan pemantauan,” sebutnya.

 

Sejauh ini, kegiatan itu berhasil menurunkan kasus anak stunting di Desa Uzozozo. Tahun 2021 masih ada sekitar 15 orang anak stunting, sekarang tinggal 3 anak stunting. Ada pula rutinitas yang tak pernah Theresia tinggalkan setiap tahun. Pada bulan Agustus, bulannya vitamin A, ia selalu memutari desa bagi-bagi vitamin A ke anak-anak usia 6-11 bulan dapat tablet berwarna biru, dan usia 1-5 tahun dapat tablet berwarna merah.

 


Theresia memberikan vitamin A kepada anak-anak Desa Uzozozo setiap bulan Agustus. Foto : Theresia for Sumateraekspres.id--

 

Tablet itu sudah disiapkan oleh Pemerintah secara gratis melalui puskesmas, biar anak-anak cepat besar, tambah kuat, dan sekolahnya semakin pintar. “Paling keren vitamin A sangat bagus untuk mencegah kebutaan. Iya benar, yang biasa kita bilang mata jadi terang. Meski sebenarnya vitamin A sudah kita peroleh dari makanan minuman, tapi belum cukup. Kalau mata sehat, tidak perlu pakai kacamata untuk melihat,” jelasnya.  

 

Tiba-tiba, lanjut Theresia, seorang anak bertanya kepadanya.

 

“Kalau ibu sekarang pakai kacamata, berarti dulu ibu?”

 

Itu anak punya cara bertanya, Theresia menjawab. “Jujur ibu dulu kurang makan sayur, dan seiring bertumbuh dan berkembang kurang jaga mata jadinya begini sekarang. Makanya walaupun sudah dapat vitamin A, jangan lupa banyak makan sayur dan buah-buahan biar mata tidak rusak,” kilahnya.

 

Raih SATU Indonesia Award 2023

 

Tanggal 1 November 2023 menjadi hari bersejarah bagi Theresia Dwiaudina Sari Putri . Di Catur Dharma Hall Menara Astra, ia menerima penghargaan “14th SATU Indonesia Award” Bidang Kesehatan dari PT Astra International, Tbk. Apresiasi itu diberikan atas dedikasi dan pengabdiannya menjadi pejuang kesehatan di Timur Indonesia, tepatnya di wilayah pelosok Desa Uzozozo.

 

“Tak terbayangkan sama sekali dalam hidup saya kalau suatu saat saya akan menerima berkat luar biasa ini. Saya bertemu dengan orang-orang hebat yang membangun negeri ini. Sosok-sosok inspiratif, para pemangku kepentingan dalam bidangnya masing-masing. Orang-orang dengan pemikiran super cerdas dan wawasan yang luar biasa,” kata Theresia.

 

Ia senang karena ada cerita inspiratif yang diangkat dari pedalaman terpencil. Semoga penghargaan ini menjadi jalan terciptanya pemerataan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, serta terpenuhinya sarana prasarana maupun fasilitas kesehatan sampai pedalaman.

 

“Mimpi saya, apa yang sudah saya pelajari dan saya lakukan di komunitas kecil ini (Desa Uzozozo, red), bisa saya wujudkan pada komunitas yang lebih besar dengan jenjang karir yang lebih tinggi. Saya berharap setelah ini memperoleh jalan (beasiswa) untuk menggapai cita-cita yang lebih besar lagi,” tandasnya. (fad)

Kategori :