Untuk mewujudkan sistem perpajakan yang semakin baik demi mendukung suksesnya pembangunan nasional, Undang-undang HPP telah mengatur “perjodohan” atau pemadanan NIK dan NPWP. Salah satu langkah untukmendukung terealisasikannya Satu Data Indonesia, pada tanggal 9 September 2021 diundangkanlah Perpres Nomor 83 Tahun 2021.
Perpres tersebut tentang Pencantuman dan Pemanfaatan NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan/atau NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dalam Pelayanan Publik. Di momen ini lah NIK dan NPWP mulai diminta untuk “dijodohkan”. Dalam perjalanannya, sampai dengan saat ini sudah 59,03 juta(82%) data NIK dan NPWP yang sudah berhasil dijodohkan.
Pada kesempatan ini penulis akan menjelaskan dan membahas permasalahan terkait hal tersebut berdasarkan disiplin ilmu dan pengalaman bekerja sebagai Penyuluh Perpajakan di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (DitP2Humas) Kantor Pusat Direkrorat Jenderal Pajak, dengan harapan semoga masyarakat menjadi mengerti dan paham akan apa yang harus dilakukan terkait pemberlakuan ketentuan tersebut.
Sebenarnya bagaimana cerita awal mulanya NIK dan NPWP dijodohkan?apabila kita berbicara tentang data di Indonesia, terutama terkait dengan data NIK dan NPWP, kalau kita runut secara formal cerita dimulai pada tanggal 17 Juni 2019, pada tanggal tersebut Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia diundangkan. Dalam Perpres ini, Presiden ingin mewujudkan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan.
Karena itu melalui Perpres 39/2019 ini dicanangkanlah perbaikan tata kelola data pemerintah melalui penyelenggaraan Satu Data Indonesia. (Program ini perlu didukung dengan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dibagipakaikan, dikelola secara seksama, terintegrasi, dan berkelanjutan). Tidak berhenti disitu, sebagai salah satu langkah untuk mendukung terealisasikannya harapan tersebut, pada tanggal 9 September 2021 diundangkanlah Perpres Nomor 83 Tahun 2021.
Perpres 83/2021 ini mengatur bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggara harus mensyaratkan penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP penerima layanan. Sederhananya, kalau mau ini itu penyelenggara layanan publik harus meminta data NIK dan/atau NPWP si penerima layanan. penyelenggara layanan publik yang dimaksud dalam Perpres 83/2021 tidak terbatas pada Instansi Pemerintah saja, namun juga meliputi setiap korporasi dan lembaga independen penyelenggara layanan publik.
Lalu bagaimana dengan aturan perpajakannya? Dalam pengaturan di Undang-undang HPP, NIK dan NPWP ini semakin jelas status hubungannya, NIK dan NPWP akan bersatu. nah melalui PMK-112/2022 yang diundangkan di tanggal 8 Juli 2022 ditetapkanlah tanggal “tunangan” mereka, yaitu tanggal 14 Juli 2022 dan tanggal “pernikahan” mereka, yaitu tanggal 1 Januari 2024.Jadi pengaturan di Undang-undang HPP tentang NIK-NPWP ini memang semangatnya adalah untuk mendukung penyelenggaraan Satu Data Indonesia.
Dengan berlakunya NIK sebagai NPWP ini, maka akan terwujud integrasi data yang besar antara data kependudukan dan data perpajakan. Integrasi data tersebut tentunya akan sangat bermanfaat untuk kepentingan-kepentingan besar selanjutnya.Jadi di PMK-112/2022 diatur bahwa mulai tanggal 1 Januari 2024 NPWP yang akan digunakan adalah NPWP 16 digit (semula 15 digit). Khusus bagi wajib pajak orang pribadi, yang akan digunakan sebagai NPWP adalah NIK si orang pribadi. Dengan kata lain, NPWP format lama (15 digit) akan digantikan sepenuhnya oleh NIK mulai 1 Januari 2024 (16 digit).
Dalam Prosesnya untuk menuju kesana dimulai dengan dilakukannya pemadanan/validasi data NIK-NPWP sejak tanggal 14 Juli 2022.Apa itu proses pemadanan/validasi? Sederhananya, proses pemadanan/validasi NIK-NPWP adalah proses identifikasi bahwa data NIK yang ada di basis data Ditjen Dukcapil telah klop dengan data NPWP di basis data Ditjen Pajak. Setidaknya ada 3 data utama yang disandingkan untuk diidentifikasi, yaitu data NIK, Nama, dan Tempat serta Tanggal Lahir.
Apabila 3 (tiga) data utama tersebut sudah sesuai maka data NIK-NPWP dinyatakan sudah padan dan nantinya NIK sudah siap digunakan sebagai NPWP di tanggal 1 Januari 2024.Proses pemadanan/validasi ini dilakukan dengan dua cara: (1) secara jabatan melalui sistem oleh Ditjen Dukcapil dan Ditjen Pajak, atau (2) secara mandiri oleh wajib pajak orang pribadi melalui aplikasi djponline.pajak.go.id.
Langkah-langkah proses pemadanan secara mandiri sangat mudah. Oleh karena itu Wajib Pajak silahkan cek kembali aplikasi djponline masing-masing, pastikan data NIK-NPWPnya sudah padan sebelum 1 Januari 2024.Setelah pemadanan selesai dilakukan, masih ada satu hal yang harus dilakukan yaitupemutakhiran data. Hal ini harus dilakukan untuk memastikan data-data seperti alamat e-mail, nomor hp, alamat tempat tinggal, dan data keluarga yang tercantum di aplikasi djponline sudah up to date.
Selanjutnya untuk keperluan administrasi di luar Ditjen Pajak misal di Bank,NPWP mana yang digunakan Wajib pajak, NPWP 16 digit (NIK) atau NPWP 15 Digit?NPWP 15 digit digunakan hingga 31 Desember 2023, lalu 1 Januari 2024 dan seterusnya menggunakan NPWP 16 digit, lalu mengapa tidak Ditjen Pajak saja yang melakukan pemadanan/validasi data NIK ke Ditjen Dukcapil tanpa harus menyulitkan Wajib Pajak melakukan validasi/pemadanan.
Nah pertanyaan seperti ini banyak disampaikan di media sosial. Karena dalam bayangan masyarakat datanya tinggal disandingkan saja langsung beres. Dalam kenyataannya masih ada data-data yang butuh diproses lebih lanjut.Pada tahun 2021 Presiden meminta Ditjen Pajak dan Ditjen Dukcapil mengawali layanan publik berbasis NIK-NPWP.
Sekarang ini sudah ada lima puluhan juta data yang terintegrasi, sudah 80-an persen lah. Tapi kita tidak yakin juga bisa 100% kalau hanya Ditjen Pajak dan Ditjen Dukcapil saja yang bersandingan, karena ada perbedaan data terutama pada elemen alamat (banyak WP telah berpindah alamat KTP). Makanya butuh kerjasama semua Wajib Pajak.
Pertanyaan selanjutnya muncul Jika saya tidak melakukan validasi/pemadanan NIK atas NPWP saya, apakah NPWP saya tetap dapat digunakan?Jawabannya NPWP format lama tetap dapat digunakan sampai tanggal 31 Desember 2023. Setelah itu, tidak ada pilihan lain. Wajib Pajak mau tidak mau tetap wajib melakukan pemadanan data NIK-NPWP agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Apabila data NIK-NPWP dipadankan namun belum berhasil, maka Wajib Pajak harus melakukan perubahan data (bisa di Ditjen Pajak atau di Ditjen Dukcapil) terlebih dahulu, hingga data NIK-NPWP yang ada di basis data Ditjen Pajak padan/valid dengan yang ada di basis data Ditjen Dukcapil.Kedepannya nantikalautidak melakukan pemadanan, maka nantinya bisa saja tidak bisa gajian, tidak bisa urus SIM, tidak bisa urus tanah, dan tidak bisa urus layanan perbankan, tidak bisa urus ijin usaha, bahkan tidak bisa urus administrasi di KUA dan urusan-urusan dengan instansi-instansi terkait lainnya.