Meski berada di medan perang, ia dan warga Gaza lainnya lebih memilih mati di daerah kantong yang terkepung itu dari pada mengalami Nakba lagi.
BACA JUGA:Kena Kecam Usai Dukung Palestina
BACA JUGA:Serangan Mematikan di RS Gaza Palestina, Bom Israel Tewaskan 500 Lebih Warga Sipil
Nakba yang dimaksudnya merujuk pada peristiwa 1948. Saat itu lebih dari 750.000 warga Palestina pergí dari rumah mereka setelah deklarasi negara Israel.
"Kami tidak akan menyerahkan tanah kami. Kami menolak menjadi bagian dari Nakba kedua," tegasnya.Mereka secara tersirat sudah siap mati syahid.
"Setidaknya jenazah saya akan terkubur di Gaza di bawah reruntuhan atau kuburan," tambah guru tersebut.
Sementara, kamp pengungsi Palestina di Jenin, tepi barat bagian utara sudah padat pengungsi.
BACA JUGA:Bendera Palestina Berkibar di Ishlahul Ummah Prabumulih
BACA JUGA:Palestina Banjir Dukungan, Penyanyi Kehlani Ikut Masuk Barisan
Militer Israel mengatakan pihaknya menargetkan "kompleks teroris" bawah tanah di bawah masjid. Israel menuding tempat itu digunakan oleh Hamas dan Jihad Islam untuk mengatur serangan.
Banyak negara prihatin dengan kondisi Palestina. Sabtu (21/10) lalu, 20 truk berisi pasokan medis, makanan dan air menyeberang dari Rafah ke Gaza. Sementara 14 truk lainnya menyeberang Minggu.
"Bantuan tersebut akan terus mengalir setiap hari,," kata utusan khusus untuk masalah kemanusiaan Timur Tengah, David Satterfield.
Menurutnya, invasi darat Israel ke Gaza juga dapat mempersulit penyaluran bantuan untuk warga Palestina.
Sebagai negara adidaya dan salah satu pemegang hak veto, Amerika Serikat (AS) bukannya meminta Israel menghentikan serangan ke Gaza agar tak ada lagi korban jiwa.
Presiden AS, Joe Biden malah menekankan dukungannya kepada Israel. Biden sudah berbincang dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu tentang perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung dan status Gaza.
AS bahkan mengirimkan lebih banyak aset militer ke wilayah tersebut. Dengan alasan untuk menahan kelompok pendukung Hamas di Lebanon dan Suriah.