PRABUMULIH, SUMATERAEKSPRES.ID - Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Prabumulih diobok-obok Kejaksaan Negeri (Kejari) Prabumulih, Senin (16/10) siang.
Dari hasil penggeledahan yang mulai dilakukan sekira pukul 11.00 WIB hingga sore hari itu, tim penyidik yang dipimpin Kasi Intel M Ridho Syahputra didampingi Kasi PB3R, Faisal Basri SH itu berhasil menemukan bundelan dokumen yang disita untuk kepentingan penyidikan.
"Kita melakukan penggeledahan sebagai tindak lanjut penyelidikan kasus dugaan perjalanan dinas fiktif," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Prabumulih, Roy Riady SH MH.
Dijelaskannya, kasus ini telah naik status ke tahap penyidikan, dan penggeledahan dilakukan untuk melengkapi berkas penyidikan. Roy Riady menjelaskan, pihaknya sudah menaikkan status ke penyidikan.
Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih juga mengungkapkan bahwa penggeledahan tersebut merupakan respons cepat dari pihaknya terhadap laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan perjalanan dinas fiktif di Dinas Perhubungan Kota Prabumulih
Kasi Intel M Ridho Syahputra didampingi Kasi PB3R, Faisal Basri SH membenarkan pihaknya telah mengamankan beberapa dokumen. "Dokumen yang diamankan berkaitan dengan SPPD tahun 2021 dan 2022," tukasnya.
Diketahui, Kejari Prabumulih menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan terhadap pemeriksaan di Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Prabumulih pada 5 Oktober 2023 lalu. Kasusnya, dugaan perjalanan Dinas fiktif tahun 2021 dan 2022.
Mengenai adanya dugaan penyalahgunaan wewenang penggunaan anggaran dalam hal penyelenggaraan rapat koordinasi dan konsultasi SKPD pada tahun 2021 dan 2022.
Dinas Perhubungan Kota Prabumulih itu diduga merencanakan kegiatan konsultasi rapat atau konsultasi daerah semacam perjalanan dinas dengan anggaran tahun 2021 sebesar lebih kurang Rp302 juta dan tahun 2022 sekitar Rp400 jutaan atau totalnya sekitar Rp750 juta.
Dari dua kegiatan tersebut, ditemukan dugaan ada perbuatan melawan hukum salah satunya adalah perjalanan Dinas Fiktif. Dimana yang berangkat dinas hanya 2 orang atau 3 orang tapi di SPJ kan 5 orang. Yang kedua, pejabat yang berangkat itu ketika menerima uang perjalanan dinas katakanlah yang diterima Rp1 juta tapi dia menandatangani Rp2 juta. Yang ketiga, ditemukan bahwasanya yang berangkat itu tidak ada kepentingannya atau yang bukan merupakan kepentingan teknis dari perjalanan dinas tersebut. (chy)