“Proses pengeringan ini makan waktu sekitar 30 hari. Dari sekitar 400 kg daun dan rumput yang kita keringkan, kini menyusut tinggal 100 kg. Dalam melakukan pembauran sisa limbah organik, tentu ada bahan tambahan. Hasil akhirnya pupuk organik yang berguna bagi tanam tumbuh.“Selain untuk menyuburkan tanaman, juga bisa untuk mempercepat pembuahan pada tanaman. Sehingga dapat menghasilkan buah-buahan yang banyak,” kata dia. Pupuk organik ini dikemas dalam kantong. Untuk pupuk organik dari sisa daun dan rumput ini dijual dengan kisaran harga Rp3.500/kg. “Kebanyakan digunakan sendiri karena saya memang suka berkebun. Tapi ada juga yang dibeli masyarakat atau juga digunakan dalam pameran tanaman,” kata Eko. Ada lagi pembuatan pupuk cair. Dibuat dari sisa buah-buahan. Seperti halnya, pisang busuk, kulit pisang, kulit nanas dan sisa buah lain yang terbuang.
Proses pembuatan sama dengan pupuk organik dari sisa daun dan rumput. Waktunya kurang lebih 30 hari. Bedanya, untuk pupuk cair dilakukan penyulingan. Yang diambil hanya sari dan airnya saja. Selanjutnya air dari penyulingan tadi dimasukkan kedalam botol dan siap jual. “Untuk pupuk cair sendiri harga jual cukup mahal. Per botol Rp 35 ribu,” jelasnya.Kandungan dalam pupuk cair sudah diperiksa di laboratorium. “Hasilnya sangat baik untuk tanaman,” jelas Eko. Pemasaran pupuk cair ini selain melalui media sosial juga dari mulut ke mulut. “Biasanya mereka membeli sedikit hanya sekedar untuk mencoba. Setelah dicoba dan dibandingkan dengan tanaman sejenis tanpa pupuk cair, mereka pasti akan kembali lagi. Intinya, kalau orang Kembali dan membeli produk pupuk cair dari kita. Kemungkinan besar tanaman yang dia pelihara sangat baik dan cepat berbuah,” kata dia.
Eko mencontohkan salah seorang pelangganya yang berasal dari Kabupaten PALI. “Saya lupa nama beliau. Yang jelas, dia memiliki 7 ribu batang jeruk manis. Untuk percobaan 10 pohon dipupuk dengan pupuk organik cair. Hasilnya, 10 pohon itu sudah mulai berputik. Batang tanamannya juga lebih besar. Jadi beliau kembali dan memborong semua pupuk organik cair yang saya buat,” bebernya.Sama halnya dengan pupuk organik biasa, Eko tidak bisa memproduksi lebih banyak. Mengingat keterbatasan tenaganya. “Yang mengelola TPS 3R ini saya sendiri. Kalau mengajak orang lain, tentu harus digaji,” tambahnya.
Sebagai tenaga honorer di Kelurahan Sungai Selayur yang diperbantukan di TPS 3R, dia mengikuti jadwal kerja PNS Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang. Masuk kerja Senin hingga Jumat. Sedangkan Sabtu dan Minggu libur kerja. “Tapi, karena rumah saya dekat, kadang-kadang Sabtu dan Minggu saya habiskan di sini,” jelasnya.Lahan TPS 3R sendiri merupakan lahan milik pemerintah provinsi yang dipinjamkan melalui Pemkot Palembang. Tujuannya, agar terciptanya sarana TPS 3R. Sampah yang ada diolah agar bisa bermanfaat. Salah satunya, masyarakat bisa mendapatkan pupuk organik dan pupuk cair tanpa bahan kimia. “Saya berterima kasih lantaran telah diberi kesempatan untuk melakukan pekerjaan sesuai bidang saya. Terus terang masalah pertanian, sudah seperti hobi. Kami juga berterima kasih kepada Pusri melalui program CSR-nya. Semoga ini bisa bermanfaat bagi orang banyak,” pungkas Eko. (*)
Kategori :