PALEMBANG - Siapa yang tak mengenal Tjik Harun, seorang tokoh yang dengan penuh dedikasi menjunjung tinggi kerukunan antar-umat beragama di Kota Palembang. Dalam sebuah wawancara eksklusif, Tjik Harun berbicara mengenai misi dan visinya dalam menjaga harmoni serta keberagaman agama di kota ini, sambil memimpin Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia). Bagi Tjik Harun, mengelola rumah ibadah adalah panggilan jiwa. Dalam kepemimpinannya, ia berusaha memastikan keberlangsungan dan persatuan di dalam agama Buddha, sebagaimana yang diinginkan dalam agama-agama lainnya. Dalam wawancara tersebut, ia dengan tegas menyatakan, “Misi saya dalam mengurusi Walubi adalah untuk terus mengutamakan keberagaman dan kerukunan.” Salah satu pesan penting yang ia sampaikan adalah pentingnya menjaga keragaman tempat ibadah, terutama bagi penganut agama Buddha.
“Kelenteng maupun wihara, semuanya diperboleh-kan dalam kerangka pemahaman agama Buddha,” katanya.Tjik Harun juga menekankan pentingnya merawat rumah ibadah kelenteng. Walubi, sebagai organisasi, selalu mengikuti arahan dari pusat untuk menjaga keselarasan dan kebersamaan. Ia menjelaskan,
“Ketika ada perayaan seperti Waisak dan kegiatan bakti sosial, kita selalu turut serta sesuai arahan pusat.”Di Kota Palembang, terdapat sembilan majelis, mes-kipun beberapa di antaranya mengalami pasang surut dalam kegiatan. Walubi berupaya menciptakan program dan kegiatan yang relevan, meski di Jakarta, dengan 13 majelis, terdapat tantangan tersendiri. Masalah keuangan sering kali menjadi hambatan, seperti yang diungkapkan Tjik Harun.
“Kami tidak mendapatkan suplai dana dari pusat, jadi kami harus berusaha mengumpulkan dana sendiri.”Dengan semangat kebersamaan, Walubi mengoordinasikan kegiatan bakti sosial yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan daerah. Di bawah kepemimpinan Tjik Harun, Walubi telah membawa dampak positif dalam berbagai aspek sosial. Mereka terlibat dalam upaya membantu masyarakat yang membutuhkan, termasuk dalam mengatasi pandemi Covid-19 dengan berkolaborasi dalam distribusi vaksin dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan. Tidak hanya itu, Tjik Harun juga fokus pada membangun kerukunan antar-umat beragama. Baginya, meski di Palembang minim kegiatan, tujuan utamanya adalah menciptakan lingkungan yang bebas dari konflik dan penuh toleransi. Dia menekankan pentingnya pencegahan konflik melalui edukasi dan pendekatan eksternal. Tjik Harun juga membahas tantangan dalam menjaga tempat-tempat ibadah. Walubi berusaha menjalankan berbagai program sesuai dengan kemampuan dan dukungan yang ada, dengan tujuan akhir menjaga keagamaan serta berkontribusi pada aspek sosial di masyarakat. Pada akhir wawancara, Tjik Harun menekankan peran Walubi dalam memelihara keberagaman agama di Indonesia. Ia menyatakan bahwa Walubi tidak hanya berfokus pada agama Buddha, tetapi juga berusaha membangun kerukunan dengan agama-agama lainnya. “Kami mengambil nilai-nilai budaya Buddha untuk membangun kerukunan,” tegasnya. Meski jumlah anggota Walubi terus berkembang, terutama di tempat-tempat yang memiliki kelenteng dan wihara yang banyak, Tjik Harun menyadari bahwa perubahan situasi mungkin terjadi, sehingga strategi dan pendekatan perlu disesuaikan. Dengan visi dan komitmen yang kuat, ia terus bersemangat dalam menjalankan tugasnya untuk memelihara harmoni dan kerukunan di tengah keragaman agama dan budaya. (iol)