Wildan Vixmo

Jumat 14 Jul 2023 - 22:12 WIB
Reporter : Edi Purnomo
Editor : Edi Purnomo

SUMATERAEKSPRES.ID - SEBUAH mobil muter-muter di luar stadion Gelora Bung Tomo (GBK). Di atas mobil itu terlihat peralatan tidak lazim.

Sekilas seperti mobil untuk riset cuaca. Sejumlah Bonek duduk mengitari komputer. Mereka adalah Bonek istimewa: perancang mobil listrik tanpa kemudi.

Peralatan yang di atas mobil tersebut adalah kamera. Jumlahnya delapan. Arahnya ke delapan penjuru angin.

Hari itu adalah kali ketujuh mereka melakukan uji coba: mengelilingi jalan di luar stadion tanpa pengemudi di dalam mobil.  Ketua tim itu adalah WildanVixmo. Asli Surabaya.

Bapaknya Madura, ibunya Madura: dari Kalianget di ujung timur pulau itu.

Saya menemui Wildan Selasa siang kemarin. Di workshop-nya yang baru. Ia baru membeli tanah di bilangan Wiyung, Surabaya Barat.

Ia bangun seperti gudang besar. Ia sekat sebagiannya untuk kantor. Juga untuk ruang kerja bagi anak-anak muda yang mengembangkan software.

Komputer-komputer layar lebar dan rangkaian elektronik memenuhi ruang itu.

Mereka umumnya lulusan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Wildan sendiri lulusan PENS. Jurusan IT.

Ia yang paling senior di tim 45 anak muda itu. Sebentar lagi ia ultah ke-36.

Begitu lulus PENS,Wildan bekerja di perusahaan telekomunikasi. Tugasnya di lapangan. Naik turun panjat tower. Pun di waktu hujan.

Kebetulan, katanya, ia juga menyenangi utak-atik hardware. Ia bukan tipe orang software yang hanya di ruang komputer.

Apa pun ia tangani. Luar. Dalam. Tinggi. Rendah. Ringan. Berat. Bersih. Kotor.

Wildan pun menguasai lapangan. Khususnya di dunia per-tower-an. Ia mengenal semua tower di wilayah kerjanya.

Semuanya. Detail-detailnya. Termasuk karakteristiknya.

Lalu Wildan memikirkan apa saja kelemahan di dunia tower telekomunikasi. Bagaimana mengatasinya.

Sistem apa yang sebaiknya dilakukan. Agar ketika  pemeliharaan tidak lagi sulit. Termasuk pemeliharaan sistemnya.

Wildan menjadi ahli tower yang berbeda. Bukan jenis yang bisa mendapat uang Rp 8 triliun dengan mudah itu –bahkan tanpa punya keahlian.

Wildan kerja keras. Pakai tenaga. Pakai keringat. Pakai otak. Dengan risiko cacat sampai kehilangan nyawa. 

Tags :
Kategori :

Terkait