Terbaring 5 Jam, Sampai Amputasi Dua Kaki, Perjuangan Pasien Gagal Ginjal untuk Bertahan Hidup
dr Trisnawarman Kepala Dinkes Sumsel-foto: ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Perjuangan para pasien yang menderita sakit gagal ginjal untuk bertahan hidup begitu luar biasa. Misalnya, Haya (56), warga Desa Penyandingan, Kecamatan Teluk Gelam, Kabupaten OKI. Secara rutin, dua kali seminggu dia harus mendatangi RSUD Kayuagung. Untuk cuci darah.
Rutinitas ini sudah dilakukannya selama 10 bulan terakhir. Ditemani sang istri, selama 5 jam dia harus terbaring di ruang hemodialisa. Dikatakan Haya, ia harus menjalani cuci darah karena pada 2020 lalu divonis dokter mengidap diabetes.
"Lalu pada 2022 saya tidak sadarkan diri di rumah, lalu dibawa keluarga ke IGD RSUD Kayuagung," terangnya. Dokter lalu merekomendasikan dia agar dirawat selama seminggu. Saat itu, ada koreng di jempol kaki kanannya yang berwarna hitam.
Koreng itu melebar ke atas telapak kaki. Dia pun disarankan dokter untuk dirujuk ke rumah sakit di Palembang. Setelah mendapat saran keluarganya ia pun dibawa ke RS Siti Khodijah. Baru dua hari dirawat, dokter menyarankan kakinya harus diamputasi agar korengnya tidak menjalar.
Setelah dioperasi, dia disarankan untuk melakukan cuci darah. Efek samping yang dirasakannya yaitu gatal-gatal, badan berkeringat. Dua bulan setelah operasi, koreng muncul di jempol kaki kirinya dan menghitam juga. Haya harus mengikhlaskan kaki kirinya juga diamputasi.
BACA JUGA:Layanan Prima Operasi Batu Ginjal di RSUD Siti Fatimah Prov. Sumsel
Sedikit melegakannya, setelah kedua kakinya diamputasi, kini gula darahnya normal, bahkan di bawah 150. Kemudian saat ada bagian anggota tubuh terkena luka, cepat sembuh.
Ia mengatakan, tidak ada pantangan apapun dari dokter. Hanya saja, sejak ia mengidap diabetes, nafsu makannya berkurang. "Sekarang saya hanya makan setengah centong sehari dengan lauk ikan atau telur atau ayam itu sudah terasa kenyang," jelas Haya.
Kalau malam ia tidak lagi makan nasi. Untuk pola tidur normal seperti biasa.
Tiap kali ke rumah sakit, Haya diantar adiknya, pulang pun dijemput. . Untungnya, rumah dia tak jauh dari RSUD Kayuagung. "Kalau masih cuci darah ke Palembang repot, juga keluar banyak biaya," imbuhnya.
Beruntung untuk cuci darah ini bisa menggunakan BPJS Kesehatan sehingga tidak harus mengeluarkan biaya. Paling cuma untuk makan bagi yang mengantar dan menunggunya.
Di Lahat, salah seorang pasien gagal ginjal baru baru kelas 5 SD. Namanya, Nova Indriani, warga Desa Geramat Kecamatan Merapi Selatan. Kepala Desa (Kades) Geramat, Oking Rahandi menyampaikan, di awal tahun lalu, kondisi Nova kurang baik. Namun setelah rutin berobat, kini kesehatannya mulai membaik. "Saat ini masih sekolah. Rutin berobat. Kadang ke Puskesmas dan kadang ke rumah sakit. Kalau ke rumah sakit, ada sedikit bantuan dari desa," ungkapnya.