Harga Bawang Tidak Aman, Bukan Terlalu Tinggi, tapi Terlalu Rendah
PASAR MURAH : Disdag Kota Palembang menggelar Pasar Murah di Taman Maskarebet, kemarin. Diharapkan kegiatan ini bisa dilakukan rutin minimal satu bulan 2 kali supaya masyarakat dapat menyetok komoditi yang inflasi.-foto: kris/sumeks-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Hasil pemantauan status harga pangan strategis menunjukkan beberapa komoditas berada dalam kategori harga tidak aman. Di antaranya, minyak goreng dengan disparitas harga antar daerah yang rendah, kemudian beras medium dan bawang putih dengan disparitas harga antar daerah sedang, serta bawang merah dan daging ayam memiliki disparitas harga antar daerah tinggi.
"Harga bawang merah masih jauh di bawah harga acuan batas bawah," ujar Deputi III Kepala Staf Kepresidenan, Edy Priyono saat rapat koordinasi (rakor) pengendalian inflasi di daerah tahun 2024 via zoom meeting dari Command Center Kantor Gubernur, kemarin.
Menurut Edy, untuk mengantisipasinya, perlu kerjasama dengan sektor swasta melalui model contract farming agar sektor swasta memiliki komitmen membeli produk sesuai harga acuan. "Bawang merah dan ayam tidak aman bukan karena harganya terlalu tinggi, tetapi terlalu rendah," jelasnya.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumsel, Ricky P. Ghozali menyatakan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumsel pada Agustus 2024 mengalami deflasi sebesar 0,19 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan deflasi pada Juli 2024 yang sebesar 0,29 persen (mtm). Secara tahunan, realisasi inflasi Sumsel tercatat menurun menjadi 1,80 persen (yoy) dari bulan sebelumnya yang sebesar 1,87 persen (yoy).
BACA JUGA:Bank Indonesia Pastikan Inflasi IHK Agustus 2024 Terjaga dalam Batas Sasaran
BACA JUGA:Kendalikan Inflasi Rajin Mantau Perkembangan
Perkembangan ini sejalan dengan inflasi nasional yang tercatat melandai menjadi 2,12 persen (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,13 persen (yoy). "Lima komoditas utama penyumbang deflasi pada bulan ini adalah bawang merah, daging ayam ras, jeruk, telur ayam ras, dan cabai rawit, dengan andil masing-masing sebesar -0,13 persen, -0,09 persen, -0,05 persen, -0,03 persen, dan -0,02 persen secara berturut-turut (BPS, 2024)," ungkapnya.
Penurunan harga bawang merah dan jeruk disebabkan oleh melimpahnya pasokan seiring masuknya musim panen di daerah sentra, didukung cuaca yang kondusif. Sementara, penurunan harga daging dan telur ayam ras berlanjut seiring penurunan harga jagung dan Day Old Chick (DOC). Penurunan harga cabai rawit didukung surplus neraca pangan secara nasional.
Ricky menambahkan, terkendalinya inflasi di Sumsel merupakan hasil upaya dan peran aktif tim TPID melalui strategi 4K, yaitu Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif. "TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumsel terus melaksanakan kegiatan pasar murah sebagai upaya mengendalikan harga komoditas pangan di tingkat masyarakat," jelasnya.
Selain itu, BUMN/BUMD dan instansi terkait memberikan subsidi harga, subsidi angkut, maupun subsidi operasional lainnya. "Upaya ini juga diperkuat dengan memastikan ketersediaan pasokan melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) antara Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Komering Ilir, dan Kota Palembang dengan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, untuk komoditas bawang merah," tambahnya.
BACA JUGA:Kendalikan Inflasi Makanan-Tembakau
BACA JUGA:Kepala Daerah di Indonesia Diminta Fokus pada Investasi dan Stabilitas Inflasi
Kepala BPS Sumsel, Moh Wahyu Yulianto mengungkapkan kondisi deflasi pada bulan Agustus lebih tinggi dibanding deflasi Juli yang sebesar 0,29 persen. “Selama tiga bulan terakhir, Sumsel mencatat deflasi berturut-turut. Sepanjang 2024, deflasi terjadi pada bulan Januari, Juni, Juli, dan Agustus,” ungkapnya.
Ia menjelaskan beberapa komoditas yang menyumbang deflasi cukup tinggi di Sumsel antara lain bawang merah, daging ayam ras, jeruk, telur ayam ras, dan cabai rawit. Jika dilihat berdasarkan kelompok pengeluaran, dari total 11 kelompok yang ada, dua kelompok mengalami deflasi dan sembilan mengalami inflasi. Namun dua kelompok yang mengalami deflasi memberikan dorongan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan inflasi pada kelompok lainnya.