Pemerintah Akui Sulit Turunkan Angka Kemiskinan Jadi 7,5 Persen
RAPAT: Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin rapat kordinasi percepatan penanganan kemiskinan di Istana wakil Presiden, kemarin.-FOTO : IST-
JAKARTA,SUMATERAEKSPRES.ID - Secara logika pemerintah sulit untuk menurunkan target angka kemiskinan dari 9,36 persen menjadi 7,5 persen pada tahun ini. Namun pemerintah terus berupaya untuk mempercepat penanganan kemiskinan di Tanah Air.
an itu saya tidak terlalu optimis bisa capai (target) itu," kata Menko bidang PMK Muhadjir Effendy usai Rapat percepatan penanganan kemiskinan di Istana Wakil Presiden kemarin (22/2).
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menjelaskan angka kemiskinan per 2023 adalah 9,36 persen, atau sekitar 26 juta jiwa. Sementara target di RPJMN 2020-2024 target angka kemiskinan turun jadi 6,5 persen sampai 7,5 persen.
Karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, penurunan angka kemiskinan setiap tahunnya hanya 0,3 persen sampai 0,5 persen saja. "Sulit arget penurunan angka kemiskinan itu tidak akan tercapai," tuturnya.
BACA JUGA:Kemiskinan Ekstrem Muba Turun hingga 0,9 Persen
BACA JUGA:3 Gerakan Serentak Tekan Kemiskinan Ekstrem, Di-launching Pj Gubernur Sumsel dan Ketum TP PKK Pusat
Muhadjir mengatakan untuk target nol persen kemiskinan ekstrem kemungkinan besar tercapai. Dia menuturkan saat ini angka kemiskinan ekstrem masih 1,12 persen atau sekitar 6 juta jiwa.
Pada periode 2022-2023 angka kemiskinan turun 0,9 persen. Jadi untuk target angka kemiskinan ekstrem nol persen, dia optimistis tercapai. Target nol persen itu maksudnya adalah nol koma sekian.
"Kalau bulat (0,00 persen) enggak mungkin lah," katanya.
Karena secara populasi, jumlah penduduk miskin ekstrem saat ini masih 6 juta jiwa. Jauh lebih besar dari populasi Singapura yang tercatat 5,6 juta jiwa.
BACA JUGA:Angka Kemiskinan Ekstrem di Muba Bisa Turun Hingga 0,9 Persen, Ini Program yang Dilakukannya
BACA JUGA:Ajak Warga Berubah, Tekan Kemiskinan
Diantara upaya percepatan penanganan kemiskinan yang jadi arahan Wapres pada rapat itu adalah penataan kembali kebijakan penganggaran di dalam penanganan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
Termasuk perlunya mempertegas definisi antara perlindungan sosial dan bantuan sosial.
"Ini dua hal yang berbeda tetapi sering dicampuradukkan," katanya.
Ia juga mengatakan perlindungan sosial itu mencakup salah satu di dalamnya adalah bantuan sosial. Jadi tidak semua perlindungan sosial itu bantuan sosial.
BACA JUGA:Entaskan Kemiskinan Ekstrem, Dirjen Perumahan Kementerian PUPR Sambangi Prabumulih
Dia menjelaskan anggaran perlindungan sosial di 2024 ini memang sekitar Rp 490 triliun. "Tetapi itu adalah bukan (semuanya) bantuan sosial," kata dia.
Sementara anggaran bantuan sosial tahun ini adalah Rp 97 triliun. Dana perlindungan sosial selain bantuan sosial, adalah program ketahanan pangan Rp 190 triliunan.
Kemudian ada beragam subsidi, seperti subsidi BBM, LPG, listrik, dan pupuk. Kemudian ada subsidi bunga KUR.
"Jangan sampai ada rekan wartawan, menyampaikan anggaran Rp 490 triliun untuk menangani orang miskin, kok kemiskinannya gak turun-turun," katanya. (rf)