Basmi Hama Wereng Batang Padi

INDRALAYA  - Kelompok tani (poktan) Karya Usaha Desa Munggu Kecamatan Muara Kuang kabupaten Ogan Ilir melakukan upaya khusus dalam mengatasi hama pada lahan persawahan. Yakni dengan melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (POPT) Wereng Batang Coklat (WBC).

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Ogan Ilir, Abi Bakrin Sidik melalui petugas Pendamping Peningkatan Ekonomi Petani (PPEP) POPT Akhmad Swaluddin, S.P dan Penyuluh BPP Kecamatan Muara Kuang menjelaskan, pengelolaan OPT secara terpadu dilakukan untuk keberlanjutan produksi tanaman. ‘’OPT yang dikendalikan adalah Wereng Batang Coklat yang telah memiliki instar brakiptera (bersayap kerdil) dan makroptera (bersayap panjang) dengan populasi 3-4 ekor/rumpun," jelasnya.

Diatas  hamparan seluas 20 Ha dengan varietas tanam padi Manohara dan Ciherang berumur 4 - 20 hari setelah tanam telah dilakukan pengendalian seluas 5 Ha dengan insektisida berbahan aktif Dimehipo. "Rekomendasi yang dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan tersebut adalah evaluasi 3-4 hari setelah pengendalian, pengendalian lanjutan, dan monitoring secara intensif untuk memantau perkembangan OPT," terangnya.

Wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) atau yang disingkat WBC merupakan salah satu hama pada tanaman padi yang paling berbahaya. Hama ini sangat merugikan petani padi karena dapat mengakibatkan gagal panen.

Selain itu, WBC juga menjadi vektor bagi penularan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa. Siklus hidup WBEC relatif pendek yaitu lebih kurang 35 hari. Seekor WBC betina mampu beranak sampai 300 ekor. Kemampuan terbang WBC yang bersayap selama 30 hari bisa mencapai 200 km.

WBC dapat menyerang tanaman padi pada semua umur, sehingga pengendaliannya harus tuntas pada generasi I atau selambat-lambatnya pada generasi Il. Pengendalian serangan WBC maka perlu dilakukan upaya pengendalian preemtif dan responsif.

Pengendalian preventif meliputi penerapan PHT skala luas (hamparan tanam serempak), pengolahan tanah dayung, penggunaan dekomposer, penggunaan benih bermutu, perlakuan benih dengan air garam dan PGPR, pengembalian jerami/pupuk kompos, pemupukan berimbang NPK, penggunaan pupuk cair dengan kalium dan silikat.

Sedangkan pengendalian responsif dilakukan dengan aplikasi agens hayati (Beauveria bassiana, Lecanicillium lecanii) bila ditemukan populasi WBC pada pesemaian maupun pertanaman. Penggunaan insektisida anjuran merupakan pilihan terakhir apabila populasi sangat tinggi dan disarankan tidak berulang-ulang, harus dikombinasikan dengan agens hayati.

Pengendalian WBC efektif maka perlu dilakukan penyemprotan insektisida. Sebaiknya dilakukan saat air embun sudah hilang yaitu antara pukul 08.00 sampai pukul 11.00 WIB dengan arah nozzle menghadap batang padi tempat berkumpulnya WBC. Yang perlu diperhatikan apabila menggunakan pestisida harus memenuhi anjuran 6 T (Tepat sasaran, jenis, waktu, cara, dosis, mutu).

Untuk mengantisipasi munculnya serangan WBC generasi selanjutnya yang lebih kuat, resisten terhadap pestisida dan daya terbangnya lebih jauh maka perlu dilakukan jeda tanam. Waktu minimal 1 bulan dengan kondisi lahan sudah terolah untuk memutus siklus hidup WBC. Sedangkan untuk daerah endemik WBC perlu dilakukan pergiliran pola tanam. (dik)

https://sumateraekspres.bacakoran.co/?slug=sumatera-ekspres-24-januari-2023/

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan