’Kiamat’ Batu Bara Masih Jauh

NYALA energi fosil, belum akan redup. Meski di tengah gencarnya kampanye net zero emission atau nol emisi karbon, termasuk peluncuran bursa karbon Indonesia (IDX Carbon) oleh pemerintah pada 26 September 2023 lalu. “Sebab transformasi energi membutuhkan waktu yang panjang dan dana sangat besar. Sementara kebutuhan energi sesuatu yang tidak bisa ditangguhkan,” kata pengamat pasar modal, Hasan Zein Mahmud, Jumat (29/9). Produksi listrik dunia sebesar 29.165 terawatt (TW) pada 2022. Naik 2,3 persen dibanding 2021.

“Porsi EBT (energi baru terbarukan) - angin, matahari, panas bumi - memang meningkat, tapi batu bara tetap merupakan sumber energi utama, dengan porsi masih lebih dari 35 persen," ulasnya.
Lanjut dia, bahan bakar fosil saat ini masih merupakan 80 persen lebih sumber energi global. Sementara pembangkit nuklir menunjukkan penurunan 4 persen. “Cuaca ekstrem juga menurunkan produksi hydropower di China dan India,” imbuh Hasan, mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta periode 1991-1996. BACA JUGA : Liburan Berakhir Tragis: Bocah 9 Tahun Ini Tenggelam Saat Mandi di Sungai Batu Ampar Hal itu, membuat China sebagai konsumen lebih dari 50 persen batu bara di dunia, tetap menunjukkan kenaikan permintaan batu bara. Impor batu bara China tahun ini diperkirakan naik 100 juta ton, menjadi 330 juta ton. Hasan menilai, dengan begitu emiten yang bergerak di bidang minyak bumi, nampaknya akan menikmati panen raya. BACA JUGA : Ini Akibat dari Rambut yang Terpapar Polusi, Jangan Lupa Rawat Rambut Paling tidak sampai tahun depan. Sementara di industri batu bara, masa keemasan emiten tahun 2022, mungkin tak akan terulang. "Tapi kiamat batu bara masih jauh panggang dari api," tandasnya. Untuk diketahui, Presiden RI Joko Widodo, resmi meluncurkan bursa karbon Indonesia (IDX Carbon), Selasa (26/9). Sejalan itu, aktivitas perdagangan kredit karbon juga resmi dibuka. Kredit karbon merupakan satuan untuk menggambarkan sebesar besar usaha yang sudah dilakukan untuk menyerap potensi emisi karbon. Sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim. Kredit karbon tercipta dari pihak-pihak yang membuat proyek pengurangan emisi.
Seperti pengembangan pembangkit listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT), pengelolaan hutan yang berkelanjutan, manajemen limbah, dan lain sebagainya.
Pihak yang menciptakan kredit karbon ini nantinya bisa menjualnya di bursa karbon untuk mendapatkan keuntungan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan