Filosofi Senjata Tradisional Lahat, Warisan Leluhur yang Hidup
ANTUSIAS: Komunitas PUSAKA Seganti Setungguan antusais memperkenalkan pusaka asli Lahat. FOTO: AGUSTRIAWAN/SUMEKS--
LAHAT, SUMATERAEKSPRES.ID - Di tengah derasnya arus modernisasi, komunitas PUSAKA Seganti Setungguan di Kabupaten Lahat memilih jalan berbeda: menjaga dan menghidupkan kembali warisan senjata tradisional leluhur.
Di antara mereka, Aswen Dikara menjadi sosok yang tak lelah mengajarkan makna di balik setiap bilah besi yang diwariskan generasi terdahulu.
BACA JUGA:Ketika Bilah Berbicara, Filosofi di Balik Senjata Tradisional Lahat yang Tak Lekang oleh Zaman
BACA JUGA:Mengenal Senjata Tradisional Sumatera Selatan: Kekayaan Budaya yang Sarat Makna Sejarah
Aswen Dikara, anggota Komunitas PUSAKA Seganti Setungguan dan Heirloom of Uluan Sumatera Selatan, adalah bagian dari kelompok yang lahir dari kecintaan pada pusaka dan senjata tradisional leluhur.
“Banyak sekali senjata khas dari Lahat yang belum dikenal orang,” ujarnya sambil menunjukkan sebuah bilah logam melengkung.
“Tugas kami adalah mengenalkannya kembali, supaya masyarakat mencintai warisan budaya kita sendiri,” tambah penikmat dan penggemar senjata tradisional ini, yang memiliki koleksi sekitar 100 senjata tradisional.
Salah satu pusaka yang paling dikenal di tanah Lahat adalah Siwar. Bagi masyarakat Uluan, sebutan bagi daerah hulu Sumatera Selatan, Siwar bukan sekadar senjata, tapi juga lambang keberanian dan kehormatan.
Bentuknya menyerupai belati atau pisau panjang. Ada yang pendek seperti keris dengan dua mata runcing, ada pula yang panjang menyerupai parang.
Bilahnya dibuat dari besi tempa berkualitas tinggi, sedangkan gagangnya disebut pulu biasanya berasal dari kayu kemuning yang diukir dengan penuh ketelitian.
“Siwar bukan hanya alat bertarung,” jelas Aswen. “Ia punya makna yang lebih dalam tentang harga diri, keberanian, dan jati diri orang Lahat.”
Selain Siwar, Kabupaten Lahat juga dikenal dengan istilah Kimpalan — bukan nama senjata, tetapi teknik penempaan logam yang menjadi ruh dari setiap pusaka.
Dalam dunia pandai besi tradisional, proses ini adalah inti dari pembuatan bilah: menyatukan besi inti (besi naga) dengan lapisan pamor melalui pemanasan dan penempaan berulang.
Teknik ini banyak ditemukan di daerah Gumai Ulu dan Muara Pinang, tempat para empu legendaris Lahat menempanya dengan tangan dan doa. Hasilnya, bilah yang kuat, berpamor indah, dan dipercaya memiliki kekuatan spiritual.
