Tak Pernah Intervensi Permohonan yang Masuk
SIDANG: Suasana sidang lanjutan kasus korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan, di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang Kelas IA Khusus, Senin (2/6) dengan agenda pemeriksaan saksi, salah satunya Edison, Bupati Muara Enim. -foto: nanda/sumeks-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) menghadirkan saksi saksi dalam sidang kasus penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan (YBS) berupa sebidang tanah di Jl Mayor Ruslan Palembang, pada sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang Kelas IA Khusus, Senin (2/6).
Salah satunya, Bupati Muara Enim, Edison yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor BPN Kota Palembang yang dihadirkan untuk mengklarifikasi keterangan saksi pada sidang sebelumnya. Selain Edison, jaksa juga menghadirkan saksi lainnya yakni inspektur pada Inspektorat Sumsel Kurniawan AP yang saat itu menjabat sebagai Plt Sekda Kota Palembang. K
Kemudian Sukmawati, Lurah Duku pada tahun 2016, Lamuda Marbun PNS BPKAD Sumsel, Salviani PNS Biro Hukum Pemprov Sumsel, Aris ASN Setda. Kemudian Kabid Pemasaran Pariwisata Palembang Fahmi Fadillah yang dulu menjabat sebagai Kabag Agraria dan Wilayah. Anasron Pensiunan Kasi Sengketa BPN Kota Palembang, Ismayanti ASN Kasubbid Piutang Bapeda Kota Palembang dulu kasubdit pajak hiburan, dan Jeki Supratman ASN staf Pengamanan Aset Daerah BPKAD Sumsel tahun 2016.
Dalam Keterangannya, Edison mengatakan tugasnya sebagai kepala Kantor BPN hanyalah mengkoordinir administrasi pertanahan. "Saya tegaskan saya tidak pernah mengintervensi permohonan yang masuk, " ujarnnya di sela skorsing sidang.
BACA JUGA:Intervensi Harga Sembako hingga Lebaran, Gelaran Pasar Murah Tak Henti
Sementara itu, saksi Kurniawan AP menjelaskan jika surat keterangan yang ia tandatangani dan dijadikan dasar penerbitan SHM merupakan jawaban atas surat hasil rapat tim diketuai asisten satu yakni Harobin. "Saat itu saya tidak ikut rapat, jadi berupa notulen hasilnya di balas dengan surat yang saya tandatangani, " jelasnya.
Ada dua isi pokok pertama terkait bahwasanya berdasarkan notulen rapat provinsi bahwa tidak termasuk aset provinsi. Kedua Pemkot Palembang berdasarkan hasil notulen rapat dihadiri semua OPD terkait menyatakan bukan aset pemkot.
Kasus ini sendiri menjerat tiga orang terdakwa yakni mantan Sekda Kota Palembang Harobin Mustofa, mantan Kasi Survey BPN Kota Palembang Yuherman serta kuasa penjual Usman Goni. Sebagaimana dakwaan JPU, ketiganya didakwa sudah melakukan tindak pidana penjualan aset milik Pemerintah Provinsi Sumsel dari YBS berupa sebidang tanah seluas 3.646 m2 yang terletak di Jl Mayor Ruslan Palembang.
Dalam uraian dakwaan JPU, bahwa perbuatan para terdakwa di antaranya terdakwa Harobin Mustofa selaku Sekda saat itu tidak melakukan penelitian atas status tanah YBS Jalan Mayor Ruslan Palembang. Serta menandatangani surat tanpa melakukan klarifikasi kepada BPN Kota Palembang, padahal berdasarkan Peta Manual Nomor : 22/INV/99 tanah tersebut tercatat di BPN Kota Palembang merupakan tanah milik YBS.
BACA JUGA:PSU 5 TPS di Palembang Berjalan Lancar, Salah Satunya Dipicu Adanya Intervensi Saksi Paslon
BACA JUGA:Perlu Intervensi Terintegrasi, Upaya Percepat Penurunan Angka Stunting
Selain itu, terdakwa Harobin Mustofa melakukan intervensi dalam penerbitan Surat Penguasaan Bidang Fisik Tanah (Sporandik) atas nama Abdul Karim tahun 2016 serta Sporandik, tertanggal 9 Mei 2017 atas Sebidang Tanah seluas 2.800 meter.
Sedangkan, masih dari dakwaan perbuatan terdakwa Usman Goni serta Yuherman tidak melakukan pemeriksaan sebagaimana mestinya dalam penerbitan peta bidang tanah dan pemberian hak milik. Lebih lanjut, atas perbuatan para terdakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dalam hal ini memperkaya terdakwa Usman Goni senilai Rp1,4 miliar dari total kerugian negara Rp4,7 miliar.
