Keseharian Nelayan Desa Telang Berpacu dengan Waktu, Memancing Udang Jadi Rezeki Musiman Penuh Harapan
Keseharian nelayan di Desa Telang berubah drastis saat musim memancing udang datang membawa berkah melimpah. Foto: beni nur/sumateraekspres.id--
SUMATERAEKSPRES.ID - Keseharian nelayan di Desa Telang menggambarkan semangat dan ketekunan dalam mencari nafkah, terutama melalui aktivitas menjala dan menjaring ikan, serta memanfaatkan musim memancing udang yang menjadi berkah tersendiri.
Sejak pagi hari, aktivitas nelayan di pelabuhan yang berseberangan langsung dengan Desa Telang sudah tampak sibuk. Ketek, jukung, hingga sampan tampak lalu lalang di sungai, menandakan perputaran ekonomi yang hidup.
Ada yang memuat padi dari seberang dusun, ada pula yang menyeberangkan orang dan sepeda motor. Beberapa nelayan terlihat sekadar mengecek jaring yang mereka bentang sejak hari sebelumnya.
Keseharian nelayan di Desa Telang memang erat kaitannya dengan kondisi geografis yang mendukung. Desa ini berhadapan langsung dengan sungai besar yang menjadi sumber penghidupan. Selain menjala dan menjaring ikan, sebagian masyarakat juga bekerja sebagai petani kelapa, sawit, dan mengelola sawah di sela-sela aktivitas nelayan mereka.
BACA JUGA:Ratusan Nelayan Ketek Terima Bantuan Sembako PTBA Unit Dermaga Kertapati
“Setiap hari kami turun ke sungai sejak pagi. Kalau air sedang bagus, bisa dapat ikan banyak, kalau tidak, kami tetap sabar,” ujar Herri, salah satu nelayan yang juga menyewakan keteknya.
Di waktu senggang atau ketika tidak ke sungai, sebagian warga menyewakan ketek mereka kepada para pemancing, termasuk dari luar daerah. Kegiatan memancing udang ini cukup populer dan menjadi peluang tambahan penghasilan bagi warga Desa Telang. Seperti yang dilakukan oleh tim dari Graha Pena Fishing Club (GPFC) yang rutin menyewa ketek dari warga setempat.
Menurut Herri, pemilik ketek yang disewa oleh tim GPFC, waktu terbaik untuk memancing udang adalah antara Mei hingga Agustus. “Sekarang musim udang, jadi banyak yang datang mau mancing. Kami juga senang karena bisa nambah penghasilan,” katanya.
Dalam satu hari, penyewa ketek bisa dikenai tarif hingga Rp600.000, tergantung durasi dan jarak tempuh. Dari jumlah tersebut, pemilik ketek menyisihkan sekitar Rp100.000 untuk bahan bakar per trip. Sementara kebutuhan makan dan rokok biasanya menjadi tanggungan penyewa.
BACA JUGA:Songket Ubur-Ubur Terinspirasi dari Nelayan, Hadirkan Zaya Raya Series Ampera Musi 2025
BACA JUGA:PTBA UNIT Dermaga Kertapati Berikan Bantuan Perahu Untuk Nelayan
Keseharian nelayan seperti Herri menggambarkan adaptasi masyarakat terhadap musim dan kebutuhan ekonomi. Di saat tidak ada penyewa, mereka kembali ke rutinitas bertani, berkebun, atau menjala ikan seperti biasa. "Itu sudah jadi kebiasaan setiap tahun. Kalau musim sepi, ya kita kembali ke kebun atau sawah," tuturnya.
Kegiatan memancing udang bukan hanya mendatangkan uang, tetapi juga memperluas jaringan sosial warga. “Dari sini kami dapat kenalan baru, jadi mitra juga. Kadang kalau cocok, mereka langganan tiap tahun,” tambah Herri sambil tersenyum.
