Kotaku Sayang, Kotaku Banjir

Sri Novi Adrianti, Ketua Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) Provinsi Sumsel-FOTO: IST-
Data terbaru menunjukkan bahwa titik banjir semakin meluas, sehingga strategi harus lebih adaptif dan inovatif. Beberapa pendekatan baru yang bisa diterapkan. Pertama, Konsep Sponge City untuk Palembang. Implementasi desain kota spons yang memungkinkan tanah menyerap air lebih banyak melalui fitur seperti jalan berpori, ruang hijau terhubung, dan waduk buatan.
Kedua, Pilot Project Green & Blue Corridor. Pembuatan jalur hijau (vegetated buffers) di sepanjang sungai untuk memperkuat daya tahan lingkungan terhadap banjir. Pengembangan jalur biru (blue corridors) yang mengintegrasikan aliran air alami dalam perencanaan kota. Ketiga, Percontohan Eco-District yang Berorientasi Air. Yakni mengembangkan satu kawasan di Palembang sebagai kawasan tahan banjir berbasis naturebased solutions, sebagai model yang bisa direplikasi di area lain.
Terakhir, Program Komunitas untuk Resapan Air. Pendekatan ini mendorong pemanfaatan taman komunitas sebagai bio-retention ponds (kolam resapan). Pelibatan masyarakat dalam gerakan “Adopt a Rain Garden” untuk memelihara sistem resapan alami.
Peran Arsitek Lanskap dalam Mengatasi Banjir
Sebagai bidang yang berada di persimpangan antara desain, ekologi, dan infrastruktur, Arsitek Lanskap memiliki peran penting dalam mitigasi banjir secara umum yakni a) Perancangan Tata Kota yang Tahan Banjir Mengintegrasikan lanskap alami seperti hutan kota, taman resapan, dan jalur hijau untuk menyerap air hujan.
Menyusun desain masterplan yang mempertimbangkan pola aliran air alami untuk mencegah genangan. Kemudian, b) Pengembangan Infrastruktur Hijau Menerapkan low-impact development (LID) yang mengutamakan infiltrasi dan retensi air hujan.
Membuat skema ruang hijau multifungsi yang tidak hanya sebagai estetika tetapi juga berfungsi sebagai sistem penahan banjir. Lalu, c) Restorasi ekosistem alami revitalisasi ekosistem rawa-rawa dan hutan mangrove di sekitar daerah dataran rendah.
Mengoptimalkan fungsi bantaran sungai sebagai area penampungan air sementara.
Terakhir, d) Kolaborasi dengan stakeholder bekerja sama dengan Pemkot, akademisi, dan komunitas dalam menyusun strategi pengelolaan air yang holistik.
Mengadvokasi proyek berbasis komunitas untuk penghijauan dan pengelolaan air berbasis partisipasi masyarakat. Dalam mitigasi banjir Palembang, arsitek lanskap memiliki peran penting. Pertama, melalui desain lanskap sebagai mitigasi bencana.
Penerapan desain lanskap yang mempertimbangkan mitigasi bencana, seperti penggunaan vegetasi yang tepat dan perencanaan tata ruang yang baik, dapat mengurangi risiko banjir.
Kedua, penataan ruang sepadan sungai. Pendekatan arsitektural dalam penataan ruang sepadan sungai, seperti di Sungai Ciliwung, dapat menjadi referensi untuk pengendalian banjir melalui pengembangan ruang terbuka hijau dan infrastruktur penahan banjir yang ramah lingkungan.
Ketiga, lewat pendidikan dan kesadaran masyarakat. Arsitek lanskap dapat berperan dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya desain yang berkelanjutan dan resiliensi terhadap bencana.(*)