Dua Terdakwa Bantah Semua Keterangan Saksi
Sebut Ketua Bawaslu OI Atur Rapat Fiktifkan Kegiatan
PALEMBANG - Ketua Bawaslu Ogan Ilir (OI), Dermawan Iskandar, dihadirkan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang Kelas IA Khusus, Kamis (30/3). Menjadi saksi kasus dugaan korupsi dana hibah Bawaslu OI Tahun Anggaran 2020.
Dermawan memberikan keterangannya, untuk tiga terdakwa yang dihadirkan secara virtual. Yakni, terdakwa Aceng Sudrajad (Koordinator Sekretariat/PPK Bawaslu OI 2019-2020), terdakwa Herman Fikri (Koordinator Skretariat/PPK Bawaslu OI 2020-2021) dan terdakwa Romi (PPNPN/Staf Operator Bidang Keuangan Bawaslu OI).
Dalam keterangannya, Dermawan, mengatakan, tidak ada kegiatan fiktif yang dilakukan di Hotel The Zuri. "Yang saya pahami kegiatannya ada tidak fiktif, Kegiatan di The Zuri seingat saya diundang KPU, menginapnya di The Zuri. Saya tidak membayar dan tidak tahu siapa yang memesan dan membayarkan," katanya.
Selain itu, dia juga mengaku tidak mengetahui secara rinci terkait apa-apa kegiatan Bawalu OI yang dianggarkan. "Terkait penarikan dana hibah oleh Aceng, pernah dilaporkan secara lisan oleh Aceng. Dia menyebutkan anggaran yang sudah digunakan, namun berapa miliar saya lupa. Dia laporan saat akan pindah ke Bawaslu Muratara," sebutnya. BACA JUGA : Kejari Yakin Naik Penyidikan
Terkait keterangan terdakwa Herman Fikri, yang melakukan penarikan dana hibah olehnya dan bendaharanya, Dermawan juga mengaku tidak pernah tahu. "Tidak ada laporan dari Herman Fikri terkait anggaran. Dan setelah Pemilu (Pilkada OI), Herman Fikri tidak lagi di (Bawaslu) OI, " akunya.
Sementara untuk terdakwa Romi, diketahuinya merupakan pegawai honorer di Bawaslu OI. Sebagai operator yang bertugas menginput data di aplikasi SAS. "Penginputan atas perintah PPK, Aceng dan bendaharanya," imbuhnya.
Keterangan saksi Dermawan Iskandar, kemudian ditanggapi dan dibantah terdakwa Herman Fikri dan Romi.”Baik Yang Mulia, saya ingin tegaskan keterangan saksi (Dermawan Iskandar) bohong semua. Pertama, di Hotel The Zuri bukanlah kegiatan KPU seperti kata saksi," katanya.
Menurutnya, kegiatan rapat di Hotel The Zuri itu merupakan inisiatif Ketua Bawaslu OI Dermawan Iskandar. “Semua Romi yang pesan, saksi ini kebohongannya tidak konsisten. Padahal kegiatan itu didisposisi Ketua (Bawaslu OI) dulu Yang Mulia. Jadi keterangan saksi ini terlalu besar kebohongannya,” ulasnya.
Rapat di Hotel The Zuri itu disebutnya inisiatif dari Ketua Bawaslu OI, membahas mana-mana saja kegiatan yang bisa difiktifkan. “Di sana bahas RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang mana kegiatan yang akan difiktifkan dan dibagi keuntungannya," bebernya.
Dijelaskan juga oleh terdakwa Herman Fikri, jika dalam rapat itu dibahas juga terkait pembagian keuntungan dari kegiatan fiktif yang direncanakan tersebut. "Disana kami menjelaskan pembagian keuntungan, kami sepakati, bersama Ketua Bawaslu OI, Komisioner dan juga Korsek,” tegasnya.
Dari kesepatan itu, sambung Herman Fikri, untuk pengamanan pemeriksaan keuangan disepakati menyetor uang sebesar Rp500 juta kepada Iin Irwanto selaku Ketua Bawaslu Sumsel. “Untuk Ketua Bawaslu OI sendiri Rp500 juta, Idris Rp250 juta. Sedangkan relasinya sebesar Rp230 juta,” urainya, di hadapan majelis hakim.
Herman Fikri sendiri, mengaku mendapatkan Rp500 juta, Bendahara Yuliani Rp200 juta, dan Romi Rp150 juta. “Setelah semua sepakat pembagian tersebut, direalisasikan di bulan November Tahun 2020,” kenangnya.
Senada disampaikan terdakwa Romi. Dia membantah dan menyangkal keterangan dari saksi yang dihadirkan, yakni Ketua Bawaslu OI Dermawan Iskandar. "Yang mulia, jawaban saksi tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan," cetusnya.
Romi menjelaskan, jika saat perencanaan dana hibah ada undangan Bawaslu RI membahas terkait penggunaan dana hibah. Rapat diikuti Ketua Bawaslu OI, Korsek, dan dirinya sselaku operator. "Hasil rapat di Solo, dibahas di Bawaslu Provinsi (Sumsel), lalu masuk ke pemda setelah disetujui Bawaslu Sumsel," urainya lagi.
Jadi, hasi rapat di Bawaslu Sumsel, lanjut terdakwa Romi, disetujui sebelum masuk ke pemda adalah Rp20 miliar. ”Namun saat itu Ketua bawaslu OI, sebut nilai itu terlalu kecil. Sehingga muncul angka Rp41 miliar, dan diusulkan ke Bupati OI,” jelasnya.
Dari hasil rapat rapat, TAPD Kabupaten OI keberatan dengan angka Rp41 miliar tersebut. Karena dianggap tidak logis dan hanya di-acc sebesar Rp15 miliar. “Dalam setiap rapat perencanaan, Ketua Bawaslu OI dan anggota serta Korsek ikut serta. Dia (saksi Dermawan) bilang hanya ikut sekali, itu bohong. Setiap rapat dia ikut Yang Mulia," tegas Romi.
Kemudian dalam NPHD, disepakatilah nilai dana hibah sebesar Rp19,3 miliar. “Ketua Bawaslu OI tahu itu, sebab dia selalu minta arsip terkait anggaran. Kemudian setiap akan melakukan kegiatan, Korsek dan bendahara juga selalu dipanggil ke ruangannya. Saksi tahu detail terkait anggaran belanja Bawaslu OI, bohong jika saksi bilang tidak tahu detail anggaran," tukassnya.
Termasuk pertemuan di Hotel The Zuri, Palembang. Disebut Romi, memang sudah direncanakan oleh Ketua Bawaslu OI. "Saat itu dia berkata nginap di Zuri, suruh Herman yang pesan," imbuhnya.
Begitu juga dengan semua Komisioner Bawaslu OI, semua hadir. Acara tersebut dilaksanakan pada malam hari. “Saya disuruh Pak Herman dan Ketua Bawaslu OI, bawa laptop, dan buka RAB,” ucapnya.
Sehingga menurutnya, tugasnya sesuai yang diperintahkan Ketua Bawaslu OI, Melisting mana-mana saja kegiatan yang sudah direalisasikan, dan tidak akan direalisasikan. “Jadi setiap item kegiatan, Ketua dan Anggota Bawaslu OI tahu semua," bebernya.
Hasil rapat juga dijelaskan semua dengan Bendahara Bawaslu OI. “Jika tidak salah, ada sekitar Rp3,3 miliar rencana kegiatan yang akan difiktifkan oleh mereka yang hadir di Hotel The Zuri,” ujar Romi mengingat-ingat.
Diberitakan sebelumnya dalam dakwaan, ketiga terdakwa diduga telah memperkaya diri sendiri atau korporasi yang menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Akibat perbuatan para terdakwa, kerugian negara mencapai Rp7 miliar lebih.
Atas perbuatan para terdakwa, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (nsw/air)