https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Peluang Untuk Inovasi

--

JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,75 persen mendapat sambutan baik dari para ekonomhttps://disway.id/listtag/59323/ekonom.

Langkah ini dinilai sebagai langkah strategis yang patut diapresiasi.  ‘Kebijakan ini mencerminkan upaya nyata Bank Indonesia dalam merespons kebutuhan ekonomi domestik yang selama ini tertekan oleh beban suku bunga tinggi,’’ ujar  Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat.  

Dalam beberapa tahun terakhir, lanjutnya, pendekatan suku bunga tinggi telah menjadi salah satu alat utama untuk menarik modal asing dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Selain potensi adanya diversifikasi mata uang, BI nantinya juga dapat mengeksplorasi pembiayaan non-konvensional melalui kerja sama dengan negara-negara di luar aliansi Barat dan Uni Eropa.  

BACA JUGA:5 Motor Honda Terbaru 2024, Inovasi Performa Gahar dan Desain Futuristik yang Wajib Kamu Tahu!

BACA JUGA:Keistimewaan Toyota Avanza 2025, Inovasi dan Fitur Keselamatan Terkini untuk MPV Keluarga

Dalam hal ini, lembaga keuangan multilateral seperti Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan New Development Bank (NDB) menawarkan peluang untuk mendukung proyek pembangunan di Indonesia tanpa harus bergantung pada sumber pembiayaan tradisional. "Langkah ini tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperkuat hubungan strategis dengan negara-negara berkembang lainnya.  Sebagai contoh, pembiayaan proyek infrastruktur dengan skema yang lebih fleksibel dapat membantu mengurangi tekanan pada anggaran negara sekaligus membuka peluang investasi yang lebih besar dari mitra-mitra non-tradisional," jelas Achmad. 

Kendati begitu, Achmad juga menambahkan efektivitas dari kebijakan ini sangat bergantung pada sinergi dengan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah. Dalam beberapa kasus, ketidaksinergian antara kebijakan moneter dan fiskal dapat menjadi hambatan utama bagi stabilitas ekonomi.  ‘’Sebagai contoh, ketika Bank Indonesia melakukan pelonggaran moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah justru merencanakan langkah-langkah fiskal yang dapat menekan daya beli masyarakat,  seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengurangan subsidi BBM, dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) serta gas,’’ ujarnya. 

Oleh karena itu, koordinasi yang lebih erat antara BI dan pemerintah menjadi kunci untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak saling bertentangan, melainkan saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama.  "Ketidaksinergian ini menciptakan tekanan ganda pada perekonomian domestik. Pelonggaran moneter yang seharusnya memberikan stimulus ekonomi menjadi kurang efektif karena diimbangi oleh langkah-langkah fiskal yang kontraproduktif," pungkasnya. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan