Pemberlakukan 28/2024 Matikan Kelangsungan IHT
PENGARUH: Pemberlakukan peraturan pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 akan mempengaruhi UMKM yang bergerak dibidang tembakau. -FOTO: IST-
JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menolak diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Bab XXI tentang pengamanan zat adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463 dan aturan turunannya (Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan).
''Ruang lingkup peraturan tersebut akan mematikan kelangsungan industri hasil tembakau (IHT),'' ujar Ketua Umum Perkumpulan Gappri, Henry Najoan.
Dikatakan, PP 28/2024 ini akan menimbulkan persaingan tidak sehat dan memicu maraknya peredaran rokok ilegal. ''Proses pembuatan regulasi tersebut minim transparansi dan tak melibatkan pelaku IHT, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan, tidak hanya bagi industri, tetapi juga bagi perekonomian nasional secara keseluruhan,'' ujarnya.
Menurutnya, upaya memberlakukan PP 28/2024 menunjukkan Kemenkes lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) daripada melindungi kemaslahatan masyarakat yang terdampak oleh pengaturan tersebut. ''IHT adalah pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini, dengan begitu, seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan regulasi tersebut,'' katanya
Untuk itu, Gappri mendesak pemerintah membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan dalam membuat regulasi yang adil dan berimbang. ''Hal itu sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, serta menjaga stabilitas perekonomian nasional," kata Henry .
BACA JUGA:Omzet Kios Tembakau Menurun Jauh, Konsumen Tingwe Beralih ke Rokok Ilegal, Ini Alasannya
BACA JUGA:Pemerintah Usulkan, Mulai 2025 Penyakit Akibat Merokok Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan
Gappri berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, agar tercipta kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial. ''Kita berharap pemerintah tidak membuat kebijakan seperti PP 28/2024 yang mengatur pembatasan tar dan nikotin, melarang bahan tambahan dan penyeragaman kemasan yang tidak cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki produk khas seperti kretek. Pelarangan bahan tambahan, akan membuat petani tembakau dan cengkeh menjadi tidak terserap hasil panennya," katanya.
Merujuk data Gappri, IHT merupakan salah satu sektor strategis nasional yang mempekerjakan kurang lebih 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. ''IHT telah mengalami tekanan berat, yang dibuktikan dengan tidak tercapainya target penerimaan cukai di 2024 yang berarti menjadi kali kedua secara berturut-turut target CHT tidak tercapai. Tahun 2024, dari target cukai sebesar Rp 230,4 triliun hanya mampu diraup sebesar Rp 216,9 triliun,'' pungkasnya.