https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Hukum Golput dalam Islam, Perbedaan Pendapat Ulama

Golput dalam Islam memiliki berbagai pandangan. Beberapa ulama menyatakan hukumnya haram, sementara yang lain melihatnya sebagai pilihan dalam kondisi tertentu. Partisipasi dalam pemilu tetap menjadi tanggung jawab sosial dan agama. Foto:Ist--

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak pada Rabu, 27 November 2024, masyarakat Indonesia dihadapkan pada beragam sikap terkait partisipasi dalam pesta demokrasi.

Salah satu isu yang sering mencuat adalah gerakan golput (golongan putih) atau memilih untuk tidak memilih.

Meskipun golput dapat berdampak pada penurunan partisipasi pemilih, banyak faktor yang mempengaruhi pilihan ini, seperti ketidakpercayaan terhadap penyelenggara pemilu, calon pemimpin, atau alasan teknis lainnya.

Dalam pandangan Islam, hukum golput tidaklah tunggal, melainkan bergantung pada niat dan konteks masing-masing individu.

BACA JUGA:Tak Berhenti Ucap Syukur Sukardi Terima Grand Prize 1 (satu) Unit Mobil Honda BRV dari BANK BRI

BACA JUGA:BRI Unit SP 1 Sumber Hidup Permudah Transaksi di Pelosok Pedamaran Timur

Para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai apakah golput diperbolehkan, bahkan ada yang menganggapnya haram, makruh, atau mubah.

Berikut adalah beberapa pandangan tentang hukum golput dalam Islam menurut para ulama.

Hukum Golput Menurut Ulama:

1.    Majelis Ulama Indonesia (MUI):

    MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa golput hukumnya haram. Mereka berpendapat bahwa tidak menggunakan hak pilih merupakan sikap tidak bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa.

MUI menekankan bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam pemilu demi menjaga kestabilan negara.

BACA JUGA:Forkopimda Sumsel Tinjau TPS 007 di Ogan Ilir, Pastikan Kesiapan Jelang Pilkada

BACA JUGA:Reward BRI Poin Untungkan Nasabah, Program Tahunan yang Menggiurkan

2.    Nahdlatul Ulama (NU):

    NU menganggap golput bertentangan dengan ajaran Islam, yang mengharuskan umat untuk menjaga kelangsungan pemerintahan yang sah dan adil.

Dalam pandangan NU, memilih dalam pemilu adalah kewajiban syariat untuk memastikan keberlanjutan pemerintahan yang baik.

3.    Syaikh Abdul Malik:

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan