Money Politics Halangi Terpilihnya Pemimpin Berkualitas, Imbau Hindari Politik Uang di Pilkada Serentak 2024
--
Kurniawan menambahkan, penindakan politik uang ini sebenarnya bukan sulit diungkap. Tetapi ada beberapa yang tidak bisa dibuktikan. "Misal, sembako atau uangnya ada, tapi tidak ada unsur ajakannya. Atau dalam amplop dan sembako, hanyaa ada stiker atau kartu nama. Karena dalam politik uang, harus ada unsur ini (ajakan memilih)," jelasnya.
Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi SH MSE, juga mengimbau para pasangan calon (paslon) gubernur, bupati hingga wali kota dan juga masyarakat, untuk menghindari politik uang. "Tentunya kalau ada hal-hal melanggar, sudah ada saluran hukumnya. Kalau ada yang ketahuan menggunakan politik uang, akan diproses," katanya.
Masalah politik uang, akan diproses melalui Bawaslu. Sedangkan kalau tindakan pidana, ada bagiannya ditangani pihak kepolisian dan kejaksaan. “Kami imbau pilkada ini tidak menggunakan politik uang," tegas Elen.
Ketua DPC FSB Nikeuba atau Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Palembang, Hermawan SH, berpendapat sukses dan kondusifnya penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 ini, akan berdampak positif terhadap tumbuh kembang dunia usaha.
BACA JUGA:Kapolda Sumsel Andi Rian Atensi Penebalan Pengamanan Pilkada di Tingkat PPK, Ada ’Aroma’ Apa?
Hal yang perlu diperhatikan adalah kinerja dari penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu. “Berkaca akan masifnya money politics dan penyebaran berita hoaks pada saat Pileg lalu, untuk Pilkada ini kami minta penyelenggara pemilu harus bersikap profesional dengan proaktif dalam menindaklanjuti setiap laporan yang masuk," pintanya.
Dosen Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab & Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, Otoman SS MHum, mengutip pernyataan Cornel West. Bahwa di era materialisme, konsep demokrasi itu sendiri berada dalam risiko. Ketika uang berbicara lebih keras dari pada suara rakyat, keterlibatan demokratis yang sejati menderita.
Ketika individu merasa bahwa suara mereka tidak berarti di hadapan kekuatan finansial, apatis dan ketidakpedulian terhadap politik pun meningkat. Akibatnya, partisipasi dalam pemilihan umum dan kegiatan politik lainnya menurun. Sehingga mengikis fondasi demokrasi itu sendiri.
Demokrasi di Indonesia, meski telah berlangsung lebih dari dua dekade, masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah praktik politik uang. Fenomena ini tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tapi juga mengakibatkan munculnya masyarakat yang semakin materialistis.
Salah satu penyebab utama praktik politik uang, adalah kultur politik yang sudah mengakar dalam masyarakat. Banyak orang di Indonesia menganggap bahwa imbalan material adalah hal yang wajar dalam politik.
Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dan kondisi sosial-ekonomi juga berkontribusi pada munculnya praktik politik uang. Dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, terutama di daerah-daerah tertentu, masyarakat merasa bahwa mereka perlu memanfaatkan peluang yang ada untuk mendapatkan imbalan.
Dalam kondisi ini, pemilih lebih cenderung memilih calon yang menawarkan imbalan, karena mereka beranggapan bahwa hal itu adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keuntungan. “Keterbatasan akses terhadap informasi yang berkualitas juga menjadi factor penyebab,” katanya.
Banyak masyarakat, terutama di daerah terpencil, tidak memiliki akses yang memadai untuk mendapatkan informasi tentang calon pemimpin dan program-program mereka. “Ketidakpahaman ini membuat mereka lebih rentan terhadap tawaran imbalan,” ulasnya.