Kampanye Hitam Kena Sanksi Pidana
Prof Dr Febrian SH MS-foto: ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - PERBUATAN black campaign atau kampanye hitam merupakan sebuah tindakan atau cara kotor dalam mendiskreditkan calon atau peserta pemilu kepala daerah (pemilukada). Salah satunya menyebarkan berita bohong atau hoax, atau informasi yang tidak benar atas pribadi calon kepala daerah. Termasuk pula menghina seorang calon terkait suku, agama, ras, antargolongan (SARA).
“Ini merupakan perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur UU penyelenggaraan Pemilu maupun UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik),” ujar Pengamat Hukum sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof Dr Febrian SH MS, kemarin.
Apakah ada konsekuensi hukum jika melakukannya? Febrian mengiyakan. “Di pasal 280 UU Pemilu itu jelas larangannya terkait SARA, kemudian di UU ITE juga dilarang. Ada konsekuensi pidananya,” tukasnya. Dalam Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ayat 1 dikatakan pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang pada butir c, menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon dan/atau peserta pemilu lain. Kemudian pada butir d, dilarang menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE disebutkan larangan seperti pasal 27A, setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik lalu pasal 28 tentang menyebarkan informasi bohong atau hoax.
BACA JUGA:Rita Suryani Turun Langsung Demi Menangkan Pasangan Devi-Junius, Kampanye Dihadiri 20 Ribu Massa
BACA JUGA:Program Ekspor Shopee Buka Peluang Baru untuk Brand Lokal & UMKM di Kampanye 11.11 Big Sale
“Tindakan black campaign ini harus dilawan oleh penyelenggara pemilu. Harusnya mereka juga, dalam upaya preventif mencegah hal ini terjadi. Di sisi lain, kurangnya sosialisasi tentang ini, membuat masyarakat kadang tidak tahu bedanya black campaign dan negatif campaign,” tukasnya.
Febrian pun menekankan perbedaan black campaign dan negatif campaign. Tindakan negatif campaign atau kampanye negatif dibenarkan. “Itu upaya satu calon mengekspose kelemahan calon lainnya, misal mengekspose apakah program paslon lawan yang dinilai tidak berhasil. Itu sah-sah saja,” cetusnya.
Kepada masyarakat, dia berharap agar melihat pasangan calon secara keseluruhan, apakah sesuai antara perbuatan, perkataan dengan realita, atau programnya berhasil atau tidak. “Ini agar bisa benar-benar didapatkan paslon yang punya berintegritas,” tukasnya.
Terpisah, dalam hubungan kontestasi Pilkada Serentak 2024 di Sumsel, salah satu korban hoaks dari kampanye hitam, sudah membuat laporan polisi ke Polda Sumsel. Yakni, calon bupati Empat Lawang Dr H Joncik Muhammad SSi MM MH.
Joncik melaporkan akun Facebook (FB) @lintangempatlawang, karena diduga menyebarkan hoaks. Menyebutkan jika Joncik meninggal dunia akibat mengalami gagal jantung. Padahal nyatanya, Joncik Muhammad dalam kondisi segar bugar.
BACA JUGA:Kampanye Akbar Devi-Yudi Jadi Barometer Pilkada Muratara 2024
BACA JUGA:SMAN Sumsel Aktif dalam Program Sepekan 1 Buku, Kampanye Literasi Perpusnas RI untuk Siswa
Joncik menduga hoaks yang diunggah di media sosial itu, berkaitan dengan suasana politik yang terjadi. Dimana dia sedang maju kontestasi sebagai calon bupati Empat Lawang melawan kotak kosong. Setali tiga uang, istrinya juga sedang mencalonkan diri sebagai calon wali kota Pagaralam.