https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Kampanye dalam Pilkada

Oleh: Mahendra Kusuma, SH, MH (Dosen PNSD Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Palembang)--

Memang para peserta rapat akbar tersebut datang terutama bukan untuk mendengarkan pidato-pidato juru kampanye (jurkam), tapi untuk menunjukkan besarnya dukungan bagi calon  mereka.

Dalam rapat akbar ini acapkali juru kampanye membangkitkan emosi massa berupa pembakaran emosi “perlawanan”, sentimen, antipati dan segala macam bentuk pertentangan antar pasangan calon yang satu dengan pasangan calon yang lainnya.

sehingga, yang berkembang dalam kampanye tidak lagi berupa pendidikan sosialisasi politik yang sejalan dengan kaidah-kaidah demokrasi, melainkan adalah semangat “kebencian”.

Cara show of force itu pada dasarnya memang kurang rasional, karena pendekatannya dititikberatkan pada eksploitasi ikatan-ikatan emosional para pendukung, dan di dalam situasi massal setiap orang akan kehilangan otonomi dalam menampilkan kepribadiannya.

Dengan kata lain, mengharapkan massa untuk menentukan sikap obyektif dalam menghadapi sesuatu isu, adalah tidak realistik.

Kampanye dialogis

Berangkat dari kondisi yang kurang kondusif seperti tersebut di atas, kiranya menarik untuk memulai model kampanye yang dialogis. Menurut Novel Ali (1995), kampanye dialogis tentu tidak memiliki kelebihan bersifat masif langsung dibanding bentuk show of force.

Sekalipun demikian, model ini mempunyai “kehebatan” lain, kendati tidak bersifat serempak. Kampanye dialogis dapat diselenggarakan melalui forum debat politik antara pasangan calon. Untuk tampil di forum ini, pasangan calon harus pandai secara intelektual.

Minimal  bobot intelektual dan kemampuan berpikirnya setaraf dengan peserta kontestan lain. Kampanye model dialogis ini tentu saja lebih menguntungkan pasangan calon yang pernah berkuasa (baca: calon yang pernah menjadi kepala daerah), karena mereka sudah berpengalaman memegang jabatan public.

Cara lain dari bentuk kampanye dialog, adalah lewat media massa (koran, radio, televisi, podcast maupun media online). Walaupun Indonesia bukan negara liberal semacam AS, debat politik pada televisi merupakan hal yang positif.

Pesan kampanye melalui televisi   ini perlu dinikmati masyarakat calon pemilih agar mereka dapat secara “fair” menentukan pilihannya.

Hal tersebut disampaikan di sini karena menurut pengamatan sementara, makin banyak pesawat televisi dapat dinikmati oleh orang Indonesia, di samping kesadaran politik bangsa Indonesia sudah berangsur-angsur bertambah baik.

Sehingga perlu diselenggarakan kampanye dengan media elektronik tersebut dengan porsi lebih banyak lagi.Pasangan calon bisa juga menggunakan radio sebagai sarana untuk berkampanye.

Di samping itu, media cetak berupa surat kabar dan media online bisa dimanfaatkan oleh masing-masing pasangan calon untuk mengemukakan program-programnya.

Sebagaimana kita ketahui, surat kabar sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik..Penyampaian pesan kampanye melalui media cetak ini sangat efektif dibandingkan media elektronik, karena pesan yang disampaikan kepada calon pemilih tidak mudah hilang.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan