Pengamat Politik LKPI Sebut Kampanye Hitam Bisa jadi Senjata Makan Tuan di Pilkada Palembang
Pengamat Politik LKPI Sebut Kampanye Hitam Bisa jadi Senjata Makan Tuan di Pilkada Palembang-Foto: LKPI -
JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID – Menjelang pemilihan kepala daerah serentak pada 27 November 2024, muncul fenomena kampanye hitam yang mempengaruhi sejumlah pasangan calon (paslon) di berbagai daerah, termasuk Kota Palembang.
Tiga paslon yang akan bertarung adalah Ratu Dewa-Prima Salam (RDPS), Fitrianti Agustinda-Nandriani Octarina (FITRI-NANDRI), dan Yudha Pratomo-Baharuddin (YUDHA-BAHAR).
Kampanye hitam ini sering kali berupa tuduhan palsu atau informasi yang tidak relevan mengenai kapasitas calon pemimpin.
Meskipun dirancang untuk merusak reputasi lawan, efek kampanye hitam justru bisa berbalik, membuat pemilih semakin solid mendukung paslon yang diserang.
BACA JUGA:Bawaslu Empat Lawang Ingatkan ASN untuk Menjaga Netralitas Jelang Pilkada 2024
BACA JUGA:Sumsel Peringkat 4, Rawan Sedang Berdasarkan Indeks Kerawanan Pilkada 2024
Arianto, seorang pengamat politik, menjelaskan bahwa mayoritas pemilih di Palembang menunjukkan ketidakpercayaan terhadap isu kampanye hitam.
Survei yang dilakukan menunjukkan bahwa 90,8% responden tetap akan memilih paslon mereka meski terkena kampanye hitam, sedangkan hanya 4,8% yang akan beralih pilihan.
“Instrumen kampanye hitam berpotensi besar menurunkan elektabilitas pihak yang melakukannya,” kata Arianto.
Ia menambahkan bahwa strategi ini dapat menimbulkan efek psikologis yang negatif, di mana pemilih justru tidak simpati kepada paslon yang memulai isu tersebut.
BACA JUGA:Herman Deru: Jika Hari Ini Pilkada, HDCU Raih 71 Persen Suara
BACA JUGA:Sumatera Selatan Hadapi Pilkada Serentak, Pengamat Politik: Jangan Hanya Tebar Pesona!
Dari survei juga terungkap bahwa pemilih lebih memilih calon yang memiliki visi, inovasi, dan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Jualan isu kampanye hitam tidak laku,” tegasnya.
Arianto mengingatkan pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat agar tidak terjebak oleh isu-isu yang tidak jelas asal-usulnya, yang dapat merugikan proses demokrasi.