Tuntaskan Dulu Pidana Awal, Segera Tangkap Nugroho

SALING lapor antara Aziz Muslim dengan Yanhairi, turut menjadi perhatian Pengamat Kepolisian Sumsel dari Koordinatoriat Investigation Sumsel --Indonesian Police Watch (IPW). Dimana Yanhairi melapor Aziz dan Nugroho ke Polrestabes Kota Palembang dugaan tipu gelap, dan Aziz melaporkan balik Yanhairi ke Polda Sumsel dugaan UU ITE.

Menurut Ricky, hal tersebut memiliki konsekuensi hukum. Apabila Nugroho ditemukan tertangkap serta jika nantinya hasil pemeriksaan keterangannya telak menyatakan bahwa otak pelakunya adalah Aziz Muslim, maka laporan Aziz di Polda Sumsel sudah tidak relevan lagi untuk dilanjutkan prosesnya.

Namun jika sebaliknya, maka Aziz akan diuntungkan dengan lanjutnya proses hukum atas laporan dugaan UU ITE-nya tersebut. Dan turut pula mementahkan dugaan dan tuduhan Yanhairi terhadap Aziz sesuai LP-nya di Polrestabes Palembang. “Kuncinya itu ada di Nugroho dan tugas polisilah untuk segera mencari sekaligus menangkap yang namanya Nugroho itu,” pintanya.

BACA JUGA : LP UU ITE Polda, Tergantung Penyelidikan LP Polrestabes

Dengan begitu, polemik antara Aziz Muslim dengan Yanhairi dapat diakhiri, dan masing-masing memiliki kepastian atas proses hukum terhadap diri mereka. Terutama nasib LP Yanhairi di Polrestabes Palembang sejak April 2022 lalu.

“Kita tunggu segera hasil dari tugas pihak kepolisian ini untuk mencari dan menangkap Nugroho. Pesan kami apapun langkah dan cara yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian (karena memang itu sudah kewajibannya), segera tangkap Nugroho. Ambil keterangannya agar semuanya menjadi terang benderang,” ulasnya.

Soal apakah laporan dari Aziz Muslim di Polda Sumsel dapat dilanjutkan atau tidak, disampaikan Ricky hal tersebut tetap tergantung dari hasil keterangan atau BAP dari Nugroho. Eloknya ditangguhkan dahulu proses hukumnya, sampai dengan tertangkapnya Nugroho, hingga diambil keterangannya secara utuh dan mendalam. Lagi-lagi PR-nya polisi, temukan dan segera tangkap Nugroho.

Mengenai pemeriksaan terhadap wartawan di Polda Sumsel, menurut Ricky, entah itu namanya klarifikasi atau apapun, hal tersebut tidak relevan dan tidak bernilai hukum. “Itu yang pertama. Sebab jika dibaca dugaan yang menjadi poin krusial laporan UU ITE oleh Aziz muslim, yaitu mengenai pernyataan Yanhairi yang menyebut Aziz Muslim sebagai “Otak Pelaku”,” ulasnya.

Maka yang menjadi relevan untuk dipinta dan diambil keterangan, sambung Ricky, tetaplah Nugroho. Sebab hanya Nugroho yang dapat menjelaskan siapa sebenarnya yang menjadi otak pelaku dugaan kejahatan tipu gelap tersebut. Termasuk pihak-pihak yang disebut namanya dalam LP Yanhairi, patut dan wajiblah pula dijelaskan oleh Nugroho.

“Ini patut didalami oleh penyidik, dan temukan barang buktinya. Guna membuka tabir gelap dugaan sindikat proyek fiktif yang diutarakan Yanhairi pada media sosial beberapa waktu lalu. Karena bisa jadi pelakunya lebih dari satu, atau bisa saja disangkakan pada pihak-pihak yang disebut namanya itu pasal turut serta dalam KUHP,” terangnya.

Karena, lanjut Ricky, sebab-sebab yang misalnya kuat dugaan delik keikutsertaannya dalam kejahatan ini telah terpenuhi. Di sisi lain yang menyeruak dan menjadi pertanyaan publik, apa sebab Yanhairi yakin hingga berani transaksi transfer ke rekening Nugroho yang terbilang besar jumlahnya itu. “Apakah ada sosok yang meyakininya, hingga berani mentransfer uang sebanyak itu ke Nugroho yang baru dikenalnya melalui Aziz,” ujarnya bertanya-tanya.

BACA JUGA : Dihajar Warga, Diamankan TNI-AU

Jika itu yang terjadi, Ricky menilai itu dapat diasumsikan sebagai satu rantai yang tidak terputus rangkaiannya. “Inilah maksud saya di awal tadi, bahwa patut didalami oleh Penyidik dan ditemukan barang buktinya. Terlebih LP dari Yanhairi ini telah ada sejak Juli 2022. Dan ini pula menjadi beban kepastian hukum bagi Yanhairi selaku pelapor atau korban, sebagaimana dimaksud dalam LP-nya tersebut,” sesalnya.

Kembali pada relevansi keterangan dari pihak wartawan, Ricky mempertanyakan apa yang hendak didalami dari wartawan yang telah memberitakan dan mendistribusikan pernyataan dari Yanhairi. Padahal setelah berita itu terdistribusi, beberapa hari setelahnya pemberitaan mengenai LP UU ITE Aziz Muslim telah pula diterbitkan dan didistribusikan juga oleh wartawan secara digital di media sosial.

Dialektika pendistribusian beritanya clear, secara otomatis telah ada perimbangan atas pemberitaan antara dugaan pencemaran nama baik dalam UU ITE. Dan atau hingga akhirnya berujung LP oleh pihak yang merasa dirugikan. Pihak wartawan hanyalah sebagai subjek hukum ketiga, dan bukan pihak yang dianggap subjek utama.

Sebab, sambung Ricky, persetujuan pendistribusian otomatis telah pula ada pada yang membuat pernyataan (pihak atau subjek utama). “UU Pers melindungi insan pers dari hal-hal demikian. Logika hukumnya harusnya ke sana. Itulah kenapa menjadi tidak relevan pemeriksaan dan pengambilan keterangan terhadap wartawan tersebut,” tegasnya.

Kedua, pidana asal yang menjadi polemik saling lapor ini adalah LP tipu gelap Yanhairi di Polrestabes Kota Palembang 22 April 2022 lalu. Maka pihak wartawan bukanlah pihak yang logis dan relevan untuk diambil keterangannya dalam LP UU ITE Aziz Muslim tersebut. Sebab dia bukanlah saksi yang melihat, mendengar, dan yang menyaksikan langsung peristiwa pidananya.

“Menurut saya buka dan tuntaskan dahulu pidana asalnya itu, baru dipilah mana saksi yang relevan dan bernilai hukum untuk dapat dijadikan alat bukti guna membuka terang suatu tindak pidana. Intinya menurut saya, saksi dari pihak wartawan dalam LP UU ITE Aziz Muslim itu tidaklah relevan,” tegasnya lagi. (ril/air)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan