Apakah Agama Benar-benar Ancaman bagi Pancasila?
Otoman, Dosen Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab & Humaniora UIN Raden Fatah Palembang--
SUMATERAEKSPRES.ID - Pancasila, sebagai dasar negara Republik Indonesia, mengintegrasikan nilai-nilai ideologis yang dirumuskan untuk menyatukan keragaman budaya, etnis, dan agama di Indonesia.
Sila pertama Pancasila "Ketuhanan Yang Maha Esa," menegaskan pengakuanterhadap Tuhan dan mengakui keberagaman agama sebagai bagian dari identitas nasional.
BACA JUGA:Mengenal Lebih Dalam: Inilah 4 Makna di Balik Garuda Pancasila yang Penuh Semangat!
BACA JUGA:Kevin Lilliana Dorong Generasi Muda Terapkan Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Hubungan antara agama dan Pancasila, meskipun dirancang untuk harmonis, telah menghadapi berbagai tantangan historis dan ideologis.
Pernyataan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, yang menyebut agama sebagai potensi ancaman bagi Pancasila telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia.
Pernyataan ini memicu diskusi tentang hubungan antara agama dan ideologi Pancasila, serta bagaimana keduanya dapat berinteraksi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan mengkritisi pernyataan tersebut, dengan mempertimbangkan aspek-aspek historis, sosial, dan ideologis.
Pancasila dirumuskan pada tahun 1945, di tengah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Proses perumusan ini dipengaruhi oleh konteks sosial-politik yang kompleks, termasuk perbedaan pandangan antara berbagai kelompok agama dan sekuler.
Ide awal mengenai Pancasila muncul dari perdebatan di dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan Panitia Sembilan yang menggabungkan berbagai aspirasi politik dan sosial.
Menurut Peter B. Rimmer dalam Indonesia: Political and Economic Challenge (1993), "Pancasila dirumuskan dalam situasi di mana ada kebutuhan mendesak untuk menciptakan dasar ideologis yang dapat mengakomodasi keberagaman agama dan budaya di Indonesia.
" Rimmer menunjukkan bahwa para perumus Pancasila berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai religious dengan prinsip-prinsip negara yang mengedepankan persatuan dan keadilansosial.
Pada saatitu, kelompok Islam yang dipimpin oleh Mohammad Hatta dan Sukarno, bersama dengan tokoh-tokoh lain, berusaha menyeimbangkan antara aspirasi untuk negara berbasis agama dan kebutuhan untuk sebuah negara sekuler yang inklusif.
Penekanan pada "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila merupakan kompromi untuk mengakomodasi keberagaman keyakinan sambil menegaskan prinsip-prinsipdasar yang dapat diterima oleh semua pihak (Raihani, 2012).