Udin Tidak Terima 3 Bocil Hanya Direhab, Hotman Paris: Mudah-Mudahan Hakim Berani Melakukan Terobosan Hukum
CARI KEADILAN: Safarudin saat mencari keadilan, minta suarakan melalui Hotman Paris Hutapea. -FOTO: INSTAGRAM-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Ayah dari siswi SMP di Palembang inisial AA (13) yang jadi korban pembunuhan dan digilir 4 anak bawah umur, mencari keadilan ke Ibu Kota Jakarta. Safarudin tidak terima 3 dari 4 pelaku itu, hanya direhabilitasi. Sebab perbuatan para pelaku bukan mencerminkan anak bawah umur lagi.
Ketiga bocah cilik (bocil) itu, MZ (13), NS (12), dan AS (12), yang dititipkan penyidik di UPTD Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (PSR-ABH) Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir (OI). Hanya tersangka IS (16), yang menjalani penahanan di Polrestabes Palembang.
Dalam upayanya mencari keadilan, Safarudin alias Udin menemui pengacara handal Dr Hotman Paris Hutapea SH MHum. “Kami tidak rela pelaku hanya direhab. Tidak adil bagi kami,” ucap Udin, didampingi saudarinya.
Sebagai pakar hukum, Hotman juga memahami tentang UU Perlindungan Anak dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). ”Mudah-mudahan hakim Indonesia berani melakukan teroboson hukum,” ucapnya.
Sebab korban dibunuh terlebih dahulu, baru diperkosa secara bergilir oleh keempat pelaku anak bawah umur. Dua kali, di dua tempat berbeda. “Karena sekarang ini, kelakuan anak di bawah umur 15 (tahun), sudah seperti orang dewasa, karena kemajuan teknologi,” ucapnya.
BACA JUGA:Keluarga Korban Siswi SMP Datangi Hotman Paris untuk Perjuangkan Keadilan, Ini Kata Hotman!
Udin juga tampil dalam programnya Hotman, Hot Room, di salah satu televisi swasta nasional. Psikolog Novita Tandry yang hadir, mengatakan kasus terhadap korban AA ini menjadi peringatan keras bagi semua orang tua, pendidik, dan guru. “Bahwa dunia sudah berubah,” ucapnya.
Pola asuh yang dulu dipakai, sudah tidak bisa lagi. Karena pornografi sudah betul-betul menjadi momok bagi anak-anak. “Kalau kita lalai dan kita biarkan anak-anak ini tanpa pengawasan, tanpa pengontrolan, dengan penggunaan gadget ini akan menggantikan tugas kita sebagai orang tua,” imbuh Novita.
Dia juga memohon DPR-RI, untuk merivisi UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA. “Dunia berubah, cara berpikir berubah, perbuatan yang terjadi pada anak-anak sekarang sudah tidak bisa dianggap enteng. Batas 14 tahun (boleh ditahan/dipidana), diturunkan jadi 12 tahun,” pintanya.
Novita pun meyakini, jika kasus ini terjadi pada anak-anak pejabat, tidak mungkin tidak ditanggapi dengan serius. “Ini kebetulan (Udin) seorang buruh serabutan, pengambil bola golf. Seharusnya orang kecil seperti ini menjadi perhatian di mata pemerintah,” tegasnya.
Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, juga mengimbau para advokat menggugat UU No.11/2012 tentang SPPA ke Mahkamah Konstitusi (MK), untuk direvisi. “Ini ladang dunia dan akhirat, untuk menyelamatkan anak manusia yang tidak berdosa,” tegasnya.
BACA JUGA:Keselamatan 3 Bocil Juga Jadi Prioritas, Tersangka Pembunuhan dan Gilir Jasad Siswi SMP