Biaya QRIS Tak Boleh Dibebankan ke Konsumen

DIGITALISASI: Transformasi digital kini sudah merambah pedagang tradisional, seperti pedagang jamu yang kini juga telah menggunakan pembayaran QRIS. -evan-

JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Menurut data Bank Indonesia (BI), secara nasional transaksi digital banking tercatat Rp 15.881 triliun. Jumlah itu tumbuh 16,15 persen secara year-on-year (YoY) pada kuartal I 2024. Transaksi dengan QRIS juga tumbuh. Ada 48,12 juta pengguna dan 31,61 juta merchant.

Masifnya penggunaan QRIS ini apakah akan menggantikan sistem pembayaran lain? Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Elyana Widyasari menyatakan, QRIS menambah opsi untuk memudahkan masyarakat dalam bertransaksi. ”Bukan saling menggantikan,” ujar dia.

BACA JUGA:Belanja Takjil Pakai Qris BSB Syariah, Dapat Sembako Gratis

BACA JUGA:Tingkatkan Literasi Melakukan Transaksi Cashless melalui BRIMO QRIS dan Pasar.Id

Jangkauan QRIS bukan hanya dalam negeri. Dia menyebut Thailand, Malaysia, dan Singapura sudah bisa menggunakan QRIS sebagai metode pembayaran. BI juga membuka peluang kepada negara lain yang berminat kerja sama. ”Ada beberapa negara lagi yang berminat, tapi belum bisa saya bocorkan,” bebernya.

Pada kesempatan yang sama, Elyana mengingatkan bahwa ada MDR sebesar 0,3 persen. Namun, beban biaya QRIS tidak boleh dikenakan kepada pembeli. ”Charge tidak boleh dikenakan kepada konsumen,” imbuh dia.

BACA JUGA:BSI Bawa Pasar Gede Solo Masuk Era Digital dengan QRIS

BACA JUGA:Makin Pesat dan Melesat! Inilah Data Pertumbuhan Pengguna QRIS di Indonesia

Pembiayaan tersebut ditujukan untuk pemeliharaan sistem informasi pada sistem QRIS. Aturan 0,3 persen memang patokan dari BI dan nilai itu dianggap rendah agar tidak membebani pedagang. Penerapan MDR 0,3 persen ini dilakukan sejak 1 Juli 2023. ”Kalau merchant membebankannya kepada konsumen, harus diberitahukan kepada penyelenggara,” tukas dia. (*)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan