Butuh Jembatan, Juga Perhatian
*Kisah Pelajar di Pelosok Rawas Ulu, Kabupaten Muratara, Sumsel
Jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang serba lengkap fasilitasnya, para pelajar di pelosok Kabupaten Muratara justru bertaruh nyawa untuk bisa pergi dan pulang sekolah. Begitu pula perjuangan para guru di sana. Miris sekali.
Perjuangan pelajar dan guru daerah terpencil setidaknya masih bisa ditemui di wilayah Kelurahan Muara Kulam, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Muratara, Sumsel. Setidaknya ada tiga SD Negeri lokal jaub di wilayah itu. Satu di Karang Pinggan, lalu di Senawar dan Sungai Cinau.
Tiga sekolah ini merupakan lokal jauh yang diperuntukan bagi pelajar yang tinggal di rompok (perkampungan kecil), wilayah pedalaman Muratara. Keberadaan daerah ini nyaris tidak tersentuh pesatnya roda pembangunan.
Salah satu perjuangan untuk ke sekolah dan pulang sekolah, harus melalui sungai. Tiap pagi, keluarga para pelajar mengantar anak-anaknya ke sekolah. Bisa naik rakit bambu atau digendong. Supaya seragam dan tas berisi buku mereka tidak basah.
“Tidak ada akses lain, cuma lewat sungai,” kata Vera, warga Ulu Rawas, kemarin (15/2). BACA JUGA : Manfaat Memakai Kawat Gigi dan Tips Menggunakannya BACA JUGA : Densus 88 Ciduk Guru di Banyuasin
Para pelajar harus menyeberangi sungai karena tidak ada jembatan sama sekali. Guru yang mau mengajar juga kesulitan.
Mereka tidak tinggal di rompok bersama rakyat kecil yang menggantungkan hidup sebagai penyadap karet. Tiap rompok ada puluhan kepala keluarga (KK). Para guru pulang pergi dari Batu Tulis ke Karang Pinggan. “Butuh waktu sekitar 3 jam perjalanan sungai dari ibu kota Ulu Rawas ke sekolah,” ungkap dia.
Itu pun naik getek atau perahu tempel dengan mesin 12 PK. Karena itu, Vera dan masyarakat di sana berharap ada perhatian khusus dari pemerintah terhadap kelangsungan pendidikan di wilayah itu. "Kasihan dengan para guru. Tapi mau bagaimana lagi, akses ke sini memang tidak ada kecuali lewat sungai," bebernya.