https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Keadaan Memaksa dan Kekosongan Hukum

Masa berlaku Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja atau dahulu dikenal Omnibuslaw ternyata tak berlaku lama, karena dengan Peraturan Permerintah Pengganti Undang (PERPU) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mencabut UU No 11 Tahun 2020 seperti dimaksud diatas.

Presiden RI mencabut UU No 11 Tahun 2020 Perpu karena dilatar belakangi keberadaan UU dimaksud ditolak oleh sebagian besar komponen Rakyat itu, dan digugat melalui (Uji MateriL) Mahkamah Konstitusi (MK), penyebab utamanya UU tersebut dianggap sangat tidak berpihak kepada Rakyat dilain pihak terjadinya UU No 11 Tahun 2021 dianggap bertentangan dengan konstitusi dan kaidah-kaidah hukum positip yang berlaku.

Mahkamah Konstitusi dengan Putusannya Nomor 91/PUU-XVIII/2020,bahwa keberadaan UU Cipta kerja Inkonstitusional atau cacat formil oleh sebab itu harus diperbaiki dengan jangka waktu 2 (dua) tahun yaitu dengan limit waktu 2022-2024, artinya jika jangka waktu tersebut tak dilakukan perbaikan maka keberadaan UU Cipta Kerja Batal demi hukum,dan berlaku regulasi perundangan lama.

Contoh khusus perundangan ketenagakerjaan akan kembali kepada UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta peraturan pelaksanaannya yang sebenarnya sudah dianggap mapan dan memberi perlindungan relatip baik bagi para pekerja/buruh di Indonesia.

Keadaan Memaksa.

Dari segi yuridis memang perlu dikaji mengapa UU Cipta Kerja yang seyogianya dilakukan perbaikan dalam jangka 2 (dua) tahun sesuai dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut, harus dilakukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang(Perpu)?

Secara konstitusional bisa kita perhatikan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi antara lain : (1) Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa,Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ; (2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya ; (3) Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Menjadi pertanyaan apakah pemberian jangka waktu 2 (dua) tahun dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dimaksud,adalah bersifat memaksa? Bersifat memaksa tentu ada unsur-unsurnya yang jelas,yaitu terjadinya kekosongan hukum (recht vaccum), adanya ancaman yang sangat membahayakan!

Faktanya kekosongan hukum dalam semua sektor perundangan cipta kerja semuanya sudah ada dan diatur dalam perundangan yang lama,artinya tidak terjadi kekosongan hukum pada sektor-sektor dimaksud, lebih khusus lagi pada sektor ketenagakerjaan.

Adanya ancaman yang membahayakan,bagi kepentingan siapa ? Rezim Penguasa yang disponsori oleh para pengusahakah ! Faktanya yang ada dan terjadi saat ini adalah tidak terjadi kekosongan hukum yang ada, malah regulasi lama diperbaiki atau dirubah yang lebih diprioritaskan nampaknya untuk kepentingan salah satu pihak saja, dengan merugikan pihak lain yang lebih besar sehingga berdampak menimbulkan gejolak dan gugatan rakyat saat itu adalah Yudisial Review terhadap UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK),

Kemudian lahir Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Wakil Rakyat di DPR RI berani menolak ? Fakta tak dapat diingkari penolakan terhadap keberadaan UU Cipta Kerja sampai kini tetap berlanjut, termasuk keberadaan Perpu No 2 Tahun 2022 yang mencabut UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada tanggal 30 Desember 2022 yang dianggap inkonstitusional sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 91/PUU-XVIII/2020 yang salah satu amar putusannya cacat formil dan pemerintah diberi kesempatan untuk memperbaikinya/merevisinya,dan jika jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut tidak dipenuhi maka akan menjadi cacat permanen.

Terobosan yang dilakukan Pemerintah RI dalam hal ini Presiden RI dengan diterbitkan Perpu No 2 Tahun 2022,masih banyak mendapat tantangan dari berbagai kalangan Rakyat yang mewakili berbagai sektor dan kepentingan,khususnya klaster ketenagakerjaan yang isi pasal-pasalnya tidak jauh berbeda dengan UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Ddilain pihak prosedur hukum seperti dimaksud dalam amar-amar Putusan Mahkamah Konstitusi RI (MKRI) Nomor 91/PUU-XVIII/2020.Perpu Cipta Kerja akan menjadi Undang-Undang (UU) ketika Badan Legislatif (DPR) akan menerima Perpu tersebut, namun pertimbangan keadaan memaksa,kekosongan hukum seperti dimaksud dalam Perpu perlu menjadi pertimbangan khusus para wakil rakyat dilembaga Legislatif sebagai pemegang amanah rakyat.

Ketika hal-hal tersebut luput atau keliru dalam menginpertasikannya apalagi partai buruh dan serikat pekerja/buruh menganggap sampai dengan saat ini masih terdapat 9 ( Sembilan) masalah khusus diklaster ketenagakerjaan.Polemik permasalahan UU Cipta Kerja tidak akan berakhir,jika rakyat maupun pekerja/buruh posisinya selalu dirugikan.

Serta perlu diingat juga terhadap para pengusaha yang ada maupun calon investor yang berencana menginvestasikan modalnya, mereka akan berpikir kembali adanya regulasi sering berubah-ubah dalam jangka waktu dekat dinegara Republik Indonesia,sehingga berdampak dan terkesan tidak adanya kepastian hukum. (*) https://sumateraekspres.bacakoran.co/?slug=sumatera-ekspres-24-januari-2023/

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan