Pahami Makna Isra Mi’raj dalam Kepemimpinan

ISRA MIRAJ : Dua perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam waktu satu malam dari Masjidil Haram Mekkah menuju Baitul Maqdis Palestina disebut Isra Miraj.-FOTO : IST-

PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID - Isra Mi'raj adalah dua perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam waktu satu malam dari Masjidil Haram Mekkah menuju Baitul Maqdis Palestina.

Kemudian diperjalankan ke langit ke-7 hingga Sidratul Muntaha. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam.

Sebab, pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.

Isra Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah, sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.

BACA JUGA:Gempa Getarkan 2 Wilayah Indonesia Pada Hari Libur Nasional Isra Miraj, Dimana Saja?

BACA JUGA:7 Peristiwa Penting di Bulan Rajab, Isra Miraj hingga Pembebasan Baitul Maqdis Palestina

Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M.

Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, satu tahun sebelum Hijrah dan pada tahun ini jatuh pada hari ; Sabtu , Tanggal: 08 Pebruari 2024.

Terkait peristiwa ini, Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

سُبۡحٰنَ الَّذِىۡۤ اَسۡرٰى بِعَبۡدِهٖ لَيۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَـرَامِ اِلَى الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِىۡ بٰرَكۡنَا حَوۡلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنۡ اٰيٰتِنَا‌ ؕ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيۡعُ الۡبَصِيۡرُ

BACA JUGA:Teladani Peristiwa Besar Isra Miraj

BACA JUGA:Peringati Isra Miraj, Kodim OKI Ikuti Istighosah Kubro

Artinya: "Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.

Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."  QS. Al-Isra' ayat 1.

Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul.
Peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah sekaligus titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW.

Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin.

BACA JUGA:Inilah Tips Tidur Sehat Ala Nabi Muhammad, Yuk Praktekin!

BACA JUGA:Peristiwa Isra Mikraj Mukjizat Allah SWT, Ini yang Dilihat Nabi Muhammad SAW

Atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik).

Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.

Inilah perjalanan yang amat didamba kan setiap pengamal tasawuf.

Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT.

BACA JUGA:Kisah Islami: Wasiat Terakhir Nabi Adam Sebelum Wafat yang Meminta Dicarikan Buah Surga

BACA JUGA:Doa Nabi Yunus Terjebak dalam Perut Ikan Paus, Hajat Terkabul dan Kesulitan Berakhir

Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”.

Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.

Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencermin kan hakikat spiritual dari salat yang dijalankan umat Islam sehari-hari.

Dalam artian, salat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.

BACA JUGA:Inilah Manfaat Luar Biasa dari Berenang, Salah Satu Olahraga yang Dianjurkan Nabi Muhammad SAW

BACA JUGA:7 Metode Pengobatan Ala Nabi Muhammad, Apa Sajakah itu?

Ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa Isra' Mi'raj.

Salah satunya, mengapa dalam peristiwa itu Rasul diperjalankan ke Masjidil Aqsa? Kenapa tidak langsung saja ke langit? Paling tidak ada beberapa hal hikmahnya.

1. Bahwa Nabi Muhammad adalah satu-satunya Nabi dari golongan Ibrahim AS yang berasal dari Ismail AS, sedangkan Nabi lainnya adalah berasal dari Ishaq AS.

Hikmah lainnya adalah, bahwa Nabi Muhammad berdakwah di Makkah, sedangkan Nabi yang lain berdakwah di sekitar Palestina.

BACA JUGA:Deretan Fakta Menarik Kucing Muezza Kesayangan Nabi Muhammad SAW: Salah Satunya 'Saksi' Pertempuran Uhud

BACA JUGA:Doa-doa Tidak Tertolak Rahasia Para Nabi, Insya Allah Langsung Terkabul

Kalau dibiarkan saja, orang lain akan menuduh Muhammad SAW sebagai orang yang tidak ada hubungannya dengan "golongan" Ibrahim dan merupakan sempalan.

Bagi kita sebagai muslim, tidaklah melihat orang itu dari asal usulnya, tapi dari ajarannya.

2. Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi SAW. Pada Al Qur'an surat An Najm ayat 12

أَفَتُمَارُونَهُ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ

BACA JUGA:Sunnah Bersiwak: Yuk, Mulai Harimu dengan Kesehatan seperti Nabi Muhammad SAW!

BACA JUGA:Tradisi Ngidang dalam Perayaan Maulid Nabi di Masjid Muawanatul Muttaqien

Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya

Terdapat kata "Yaro" dalam bahasa Arab yang artinya "menyaksikan langsung".
Berbeda dengan kata "Syahida", yang berarti menyaksikan tapi tidak mesti secara langsung.

Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da'wah Nabi sedang pada masa sulit, penuh duka cita.

Karena itu peristiwa tersebut Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan para nabi sebelumnya, agar Muhammad SAW juga bisa melihat mereka pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Nabi SAW bertambah motivasi dan semangatnya.

BACA JUGA:Adab Bersin dan Menguap Menurut Sunnah Nabi Muhammad SAW

BACA JUGA:Inilah 4 Keistimewaan Nabi Adam AS yang Allah SWT Anugerahkan

Hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita yang mengaku sebagai da'i, bahwa dalam kesulitan dakwah itu bukan berarti Allah tidak mendengar.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini.

Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai hal yang membuat Rasullullah SAW sedih. Dari ajaran langit tersebut, terdapat nilai-nilai signifikan bagi sebuah kepemimpinan.

Pertama, sebagaimana tercermin dari ayat yang mengemukakan peristiwa Isra' Mi'raj, yang dimulai dengan ''tasbih'', juga peristiwa pembersihan dada Nabi dengan air zamzam ditambah dengan wudlu

BACA JUGA:Adab Bersin dan Menguap Menurut Sunnah Nabi Muhammad SAW

BACA JUGA:Doa Mengatasi Insomnia, Rahasia Tidur Nyenyak Menurut Nabi Muhammad SAW

Maka dalam sebuah kepemimpinan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjaga integritas moral. Dalam konteks keindonesiaan, hal ini dapat diwujudkan dengan reformasi moral (revolusi mental) yang dimulai dari tingkat aparaturnya.

Kedua, selain integritas moral (akhlaqul karimah), yang tidak kalah pentingnya adalah belajar kepada sejarah.

Ia bisa berupa nilai-nilai yang berkenaan dengan masa lampau, dapat pula berupa pengalaman dari orang per-orang yang pernah menjalankan sebuah kepemimpinan.

Dengan demikian kontinuitas kesejarahan dapat terus dipertahankan dan dikembangkan. Dalam ungkapan kaidah fiqh,

BACA JUGA:Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW 1445 H: Mempererat Rasa Cinta dan Ketaatan Umat Islam, Jaga Keturunan Rasulu

BACA JUGA:Peristiwa Isra Mikraj Mukjizat Allah SWT, Ini yang Dilihat Nabi Muhammad SAW

''Memelihara nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik''  (Al-muhafazah 'ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah).

Ketiga, dengan integritas moral serta nilai-nilai kesejahteraan itu, diharapkan sebuah kepemimpinan dapat berjalan dengan benar dan tidak mudah terpincut godaan, sebagaimana teladan Nabi ketika melakukan Mi'raj-nya.

Kepemimpinan yang demikian hanya dimungkinkan, manakala seluruh aparaturnya tegak lurus dalam melaksanakan keadilan (al-'adallah), dengan didasari oleh nilai-nilai persamaan di muka hukum (al- musawwah).

Hal ini pun akan dapat berjalan baik, manakala aparatur tersebut bersikap konsisten dan disiplin (istiqamah), dapat dipercaya (amanah) serta mau merundingkan segala persoalan yang menyangkut kepemimpinan - secara bersama (musyawarah).

BACA JUGA:4 Warna Di Bendera Palestina. Nabi Muhammad SAW Disebut-Sebut, Ternyata Begini Makna dan Sejarahnya!

BACA JUGA:Buat Umat Muslim, Berikut 21 Nama Leluhur Nabi Muhammad, Simak Yuk!

Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan, yakni jangan sampai ia berlagak atau bersikap sok pintar atau merasa paling tahu terhadap semua urusan (tanatthu').

Terhadap yang dipimpin jangan sampai mempersulit (tasydid), dan kebijakannya tidak melewati batas kemampuan yang ada (ghuluw), baik bagi yang dipimpin atau pun sang pemimpin itu sendiri.

Keempat, hendaknya kebijakan seorang pemimpin membumi kepada hati dan kebutuhan (rakyat) yang dipimpinnya.

Dalam peristiwa Isra' Mi'raj, hal itu telah diteladankan Nabi saw, ketika beliau sudi kembali (turun) ke bumi setelah bertemu Allah.

BACA JUGA:Inilah Tips Tidur Sehat Ala Nabi Muhammad, Yuk Praktekin!

BACA JUGA:Peristiwa Isra Mikraj Mukjizat Allah SWT, Ini yang Dilihat Nabi Muhammad SAW

Padahal pertemuan dengan Allah-lah cita-cita dan tujuan umat manusia, terlebih kaum sufi (para ''pencari Tuhan'').

Kembalinya Rasulullah ini dimaksudkan untuk menyelamatkan nasib umat manusia (rahmatan lil'alamin). Maka dalam konteks ini, kebijakan yang membumi, mutlak diperlukan.

Sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan, ''Kebijakan pemimpin itu akan senantiasa berlandaskan pada kemaslahatan untuk rakyat''

(Tasharrufu al-imam 'ala ar-raiyyah manutun bi al-mashlahah)

BACA JUGA:Isra Mikraj, Peristiwa Dahsyat Membawa Perjalanan Nabi Muhammad SAW Secepat Kilat

BACA JUGA:Deretan Fakta Menarik Kucing Muezza Kesayangan Nabi Muhammad SAW: Salah Satunya 'Saksi' Pertempuran Uhud

Kelima, amanat Rasulullah saw untuk menegakkan salat, pada dasarnya merupakan suatu simbolisme yang mengajarkan prinsip kepemimpinan.

Yakni pola hubungan antara hamba (manusia) kepada Tuhannya dan antara manusia dengan sesamanya.

Dalam ajaran salat, seseorang yang hendak melaksanakannya, diwajibkan terlebih dahulu berwudlu atau dalam keadaan suci.

Pelaksanaan salat itu sendiri, dimulai dengan mengagungkan Asma Allah (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan doa keselamatan bagi segenap umat manusia (salam). (rf)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan