Omzet di Bawah Rp9 Juta Tak Dikenai Pajak, Berharap Tarif Pajak Ditinjau Ulang
PROMOSI : Karyawan Remington Resto and Cafe promosikan konsep restorannya. Untuk restoran dengan omset di atas Rp9 juta dikenai pajak sebesar 10 persen. -Foto : KRIS/SUMEKS -
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Masalah penanganan stunting dan penyakit demam berdarah dengue (DBD) menjadi perhatian anggota DPRD Sumsel. Ketua DPRD Sumsel, Dr Hj Anita Noringhati SH MH menyampaikannya langsung kepada Pj Wali Kota Palembang, Drs Ratu Dewa MSi, saat pertemuan di Ruang Parameswara, Pemkot Palembang, kemarin (29/1).
“Hasil reses ada beberapa catatan kami, yakni masalah penangangan stunting dan DBD pada musim hujan ini. Kemudian pengendalian air yang datang baik saat pasang maupun air kiriman dari sungai di hulu sehingga memicu banjir. Lalu keluhan tenaga kerja harian, tempat pemakaman umum yang semakin sempit, serta subsidi Trans Musi,” ungkap Hj Anita.
Menurutnya, apa yang dilakukan Pemkot Palembang sebenarnya sudah baik untuk subsidi dua feeder bagi Transmusi. “Sebenarnya saya minta pula perhatian pemerintah provinsi karena kita berharap semakin banyak masyarakat menggunakan LRT kebanggaan kita,” kata dia.
Hal lain ia menyampaikan bagaimana sikap Kota Palembang meningkatkan PAD. “Cuma kita harap dalam menerapkan pajak dapat ditinjau ulang, dimana UMKM terbebani. Yang dapat pemasukan sekitar Rp9 juta dikenakan pajak 10 persen. Harus ada klasifikasi jelas. Jangan rumah makan besar disamakan dengan rumah makan kaki lima. Saya percaya Wali Kota akan memberikan solusi terbaik,” tuturnya.
BACA JUGA:Reses DPRD Sumsel di Puskes Lorok Pakjo, 17 Posyandu Dapat Sumbangan Makanan Tambahan
BACA JUGA:Ratu Dewa dan Ketua DPRD Tinjau Lokasi Banjir di Keramasan, Ini Nasib 900 Warga Terdampak!
Tindakan kurang kooperatif Sat Pol-PP terhadap pedagang kali lima dan UMKM ikut menjadi perhatian. "Kalau melaksanakan penertiban hendaknya mengedepankan sisi humanis. UMKM harus dijaga, mereka baru mau tumbuh dan berkembang pasca Covid-19. Terkadang Sat Pol-PP tidak humanis dan ini menjadi keprihatinan kami. Saya minta diperlakukan sebagai warga Palembang yang berkontribusi memberikan PAD," kata dia.
Begitu juga tingginya pajak hiburan hendaknya ditinjau ulang. “Saya tanya kepada para pengusaha hiburan, masak perda, perwali belum turun tetapi sudah ada surat edaran. Sedangkan rumah makan, saya sepakat dikenakan pajak 10 persen apalagi rumah makan besar. Tapi harus ada klarifikasi. Jangan sampai tukang bakso emperan berjualan Rp10 ribu harus menjual menjadi Rp11 ribu karena kena pajak,” katanya.
Sekda Kota Palembang, Ir Gunawan melalui Kabid Dispenda Prabu Jaya, menjelaskan mengenai penghitungan pajak yang dikenakan. “Untuk pajak hiburan, beberapa hari lalu kami mendapat rujukan dari paguyuban kuliner Kota Palembang. Dalam Perda No 4/2023, Pemkot mengenakan pajak 10 persen. Dulu berdasarkan Perda No 3/2021 dikenakan pajak 5 persen. Kalau penghasilan di atas Rp12 juta baru dikenakan 10 persen,” ujarnya.
BACA JUGA:Atur Operasional dan Muatan Tongkang, DPRD Bikin Perda Tongkang Batu Bara
BACA JUGA:DPRD OKU Selatan Sukses Gelar Rapat Paripurna HUT OKU Selatan ke-20
Dia mengatakan hal ini untuk optimalisasi pajak daerah. “Pajak yang kita kenakan ini sudah melalui pembahasan. Kami juga akan menggawangi pajak bagi UMKM. Sebenarnya dari hati kecil tidak mau bebani masyarakat kecil. Namun perlu diketahui, pajak sebenarnya dibebankan kepada konsumen, bukan pelaku usaha. Bagi pedagang/UMKM yang pendapatannya di bawah Rp9 juta tidak dikenakan tarif pajak,” pungkasnya.
Senada Staf Dispenda, Hastajika menyebut pajak yang naik tidak semua pajak hiburan. “Yang dikenakan kenaikan sampai 40 persen adalah karaoke VIP termasuk spa. Sedangkan permainan futsal, badminton, serta kolam renang masih dikenakan 10 persen,” kata dia. (iol/fad)