Kepemimpinan dalam Sistem Politik Melayu
Oleh: Drs. Masyhur, M.Ag., Ph.D Pemerhati Kajian Melayu Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang-Foto: Ist-
Bila sudah demikian (raja yang berdaulat) akan menjadi penaung rakyat yang wajib ditaati. Dari sinilah maka timbul konsep taat setia kepada raja bagi masyarakat Melayu. Sebaliknya seseorang yang berani menentang raja akan dianggap sebagai pendurhaka dan manusia paling buruk dalam pandangan masyarakat Melayu. Oleh karena itu, muncul ungkapan “pantang anak Melayu mendurhaka kepada rajanya” (Balwi, 2005: 38).
Mengacu pada konsep di atas,artinya terdapat dua jalur yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk menjadi pemimpin dalam suatu masyarakat; jalur keturunan (dinasti) dan jalur pribadi yang bersangkutan (personality). Selain itu, seorang calon pemimpin dipersyaratkan memiliki daulat untuk menjadi seorang pemimpin. Daulat di sini dapat diartikan sebagai kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada calon pemimpinnya.
BACA JUGA:Kagum dengan Prabowo, Aktivis Mahasiswa Sumut Siap Kawal Pilpres 2024 Sekali Putaran
BACA JUGA:Jika Dua Kali Putaran, KPU Rancang Tahapan Pilpres
Kepercayaan akan diperoleh secara personality oleh calon yang bersangkutan bila ia memiliki tuah kewibawaan kesaktian (kapabilitas dan kredibilitas) yang teruji dan terbukti di tangah masyarakat. Sedangkan secara keturunan (dinasti) daulat akan diperoleh bila pendahulunya (orang tuanya) adalah orang besar dan hebat yang dalam konteks kekiniantelah berkontribusi besar bagi kesejahteraan rakyat yang dicirikan dengan keamanan dan kemakmuran warga yang dipimpinnya.
Akankah konsep kepemimpinan dan cara pemilihan pemilihan yang berasal dari kearifan lokal bangsa sendiri (Melayu) ini akan mendasari pemikiran dan menjadi pertimbangan para pemilih dalam proses pemilihan calon pemimpin (pilpres) yang akan datang? Kita tunggu saja hasilnya. Jika tidak, kita hanya bisa berharap agar seleksi alam dapat menetapkan calon presiden terbaik yang pantas untuk menjadi pemimpin ah kita untuk masa lima tahun ke depan. Wallahu a’lam. (*)