Impor Antisipasi Defisit Neraca Beras
JUAL BERAS : Seorang pedagang pasar tradisional menjual beras kiloan. Pada awal 2024, diprediksi produksi beras di bawah kebutuhan bulanan.-Foto: sumeks-
JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Pada periode Januari-Februari 2024, produksi beras diperkirakan masih di bawah kebutuhan bulanan secara nasional. Impor beras awal tahun dianggap tetap perlu dilakukan.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, impor beras masih akan dilakukan pada awal 2024 atau sebelum panen raya. Importasi diklaim sebagai langkah antisipatif terhadap defisit neraca beras bulanan.
Berdasarkan kerangka sampel area (KSA) yang dilakukan BPS, produksi beras nasional secara bulanan pada Januari 2024 diperkirakan hanya 0,9 juta ton dan Februari 2024 sebanyak 1,3 juta ton.
Jumlah produksi tersebut masih di bawah rata-rata konsumsi beras bulanan secara nasional yang berkisar 2,5 juta ton. "Kita tidak bisa menunggu stok habis sehingga perlu antisipasi agar stabilitas pangan tetap terjaga. Jadi kita perlu siapkan beberapa bulan ke depan," ujar Arief, Minggu (7/1).
BACA JUGA:Sepanjang Tahun Gelontorkan 2,76 Juta Ton Cadangan Beras Pemerintah
BACA JUGA:Cara Mudah Bikin Wajah Glowing, Hanya Menggunakan Air Beras, Mau Tahu Caranya, Ini Jawabannya
Apalagi, kata Arief, produksi beras nasional pada 2024 juga masih dibayangi risiko dampak El Nino yang disebut baru terasa 2-3 bulan kemudian. Di sisi lain, Pemerintah juga memutuskan untuk terus menyalurkan bantuan pangan beras kepada sekitar 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Program tersebut tentunya meningkatkan kebutuhan beras oleh pemerintah. "Bantuan pangan beras terus digulirkan kepada masyarakat berpendapatan rendah untuk menjaga daya beli masyarakat dan menekan inflasi," jelasnya.
Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa menilai Pemerintah perlu membatalkan wacana impor beras pada 2024. Pasalnya, wacana itu secara nyata telah berdampak pada penurunan harga GKP (gabah kering panen) di tingkat petani. Dari semula Rp7.500 per kilogram menjadi Rp6.800 per kilogram dalam waktu singkat.
Menurut Andreas, pembatalan impor beras perlu dilakukan hingga harga gabah di tingkat petani bisa naik kembali. Harga GKP yang terjaga dengan baik, kata Andreas, bakal mendorong minat petani menanam padi dan produksi pun ikut melonjak. Adapun, saat ini HPP (harga pembelian pemerintah) GKP masih ditetapkan di level Rp5.000 per kilogram.
Andreas pun memperkirakan adanya risiko harga GKP akan anjlok saat panen raya mendatang. Bahkan, harga GKP bisa sampai di bawah Rp5.000 per kilogram. Sebaliknya, dia justru memproyeksikan produksi beras 2024 akan naik sekitar 3-5% dari produksi 2023 sebanyak 30,89 juta ton.
Sejumlah faktor menyebabkan peningkatan produksi beras tahun ini, antara lain karena fenomena El-Nino yang mulai mereda, iklim kembali normal dan harga GKP yang cenderung masih mumpuni. "Karena itu, yang penting batalkan impor, lalu segera naikkan HPP untuk GKP. Usulan kami dari Rp5.000 ke Rp6.000 per kilogram," tandasnya. (fad)