RSUD Tidak Boleh Profit Oriented, Bisa Mandiri dengan BLUD
RSUD Tanjung Tebat.-foto : agustriawan/sumeks-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Memiliki fleksibitas dalam pengelolaan keuangan, di luar ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya.
Nah, rumah sakit umum daerah (RSUD) bisa menerapkan sistem BLUD itu. Hal tersebut dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Implementasi dan Isu Strategis BLUD pada RSUD se- Sumsel. Acara di Hotel The Zuri, Rabu (6/12).
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumsel, SA Supriyono, menyampaikan, RSUD boleh mandiri dengan status BLUD. Tapi tidak profit oriented karena sifatnya melayani kesehatan masyarakat. "BLUD punya cara/layanan tersendiri dalam pelayanan sehingga harus menerapkan manajemen seperti perusahaan. Tapi tidak dilakukan secara profit oriented," imbuhnya.
Karena BLUD tidak lagi dibiayai pemerintah, artinya bisa mandiri. "Tapi untuk investasi boleh dari pemerintah dalam hal meningkatkan layanan, agar tidak kalah saing dengan layanan kesehatan yang berbasis profit atau dokter-dokter praktik," ujar dia.
Dengan berstatus sebagai BLUD, maka pendapatan dari jasa dan pelayanan yang diberikan bisa dikelola mandiri oleh RSUD. “Kami berharap FGD ini bisa menyelaraskan antara RSUD sebagai UPTD dan RSUD sebagai BLUD. Ada retribusi yang masuk sebagai PAD, ada juga yang tidak bisa ditentukan semaunya," jelas Supriono.
Lalu, kolaborasi antar RSUD, ada kelas A, B, C, dan D juga harus ditingkatkan. Misal, tiap tahun ada kasus yang sama dan selalu dirujuk, maka keliatan tidak ada peningkatan pada rumah sakit itu. Tapi kalau tiap tahun kasus yang dirujuk berkurang, itu artinya ada peningkatan pelayanan.
"Kecuali tidak ada fasilitas, atau tidak ada tenaga ahli, baru dirujuk. Tapi ini pun harus dilakukan evaluasi dan pembenahan," imbuh Supriono.
RSUD diminta melakukan inovasi, jalin kerja sama dengan RS lain. Misal, mendatangkan dokter ahli dari RS yang lebih besar untuk melakukan tindakan di RSUD tersebut.
Dengan cara itu, para dokter bisa belajar dari dokter ahli itu. "Jadi tidak hanya berpikir pajak dan retribusi. Tapi juga penting untuk peningkatan pelayanan," tukasnya. Ardi, dari RSUD Siti Fatimah AZ Zahra menyampaikan, dalam FGD ada beberapa isu strategis yang menjadi pembahasan.
Tujuannya untuk pembahasan soal aturan. Dalam hal ini PP No 35/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. “Harapan kami, tujuan dari FGD ini dapat menyamakan meningkatkan pengetahuan dan penyamaan persepsi terhadap efektivitas. Juga fleksibilitas dalam pola-pola keuangan pada BLUD. Baik itu proses pengadaan barang jasa, kerja sama, pemanfaatan BLUD dan terkhusus terkait status pendapatan BLUD yang menjadi retribusi," pungkasnya. (tin)