Kualitas Guru Menyongsong Bonus Demografi 2045
Ramlan Effendi, M.Pd Kepala SMPN 4 Kikim Selatan Lahat-Foto : ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Ada dua program besar kementerian pendidikan dan kebudayaan dalam peningkatan mutu guru, yaitu Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan Program Guru Penggerak (PGP).
Lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, dan undang-undang nomor 14 tentang Guru dan Dosen tahun 2005 telah mengangkat harkat dan martabat guru sebagai profesi yang terhormat dan prestisius dalam masyarakat.
Undang-undang ini mengatur tentang peningkatan mutu guru yang bermuara pada peningkatan mutu pendidikan. Salah satu efek lahirnya undang-undang guru dan dosen adalah program sertifikasi guru dan pemberian tunjangan profesi guru.
Secara singkat sertifikasi guru merupakan pemberian sertifikat profesi pendidik bagi guru yang telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Sertifikat tersebut menjadi bukti formal yang menunjukkan bahwa guru tersebut merupakan tenaga profesional. Selanjutnya guru yang telah memperoleh sertifikat tersebut berhak mendapatkan tunjangan profesi pendidik (yang lebih dikenal sebagai tunjangan sertifikasi) sebesar satu bulan gaji pokoknya sebagai guru yang dibayarkan tiap triwulan. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2007. Pemberian tunjangan ini diharapkan memberikan kesejahteraan bagi guru yang berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
Namun program ini belum menyentuh semua guru. Masih banyak guru honorer yang mengajar di sekolah belum mendapatkan imbalan yang layak, walaupun dalam 3 tahun terakhir pemerintah telah banyak mengangkat guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Masyarakatpun pernah dikejutkan oleh pernyataan bernada kritikan dari menteri keuangan Sri Mulyani yang menyebutkan bahwa sertifikasi guru tidak berbanding lurus dengan kualitas pendidikan. Program sertifikasi dianggap hanya sebuah prosedural untuk memperoleh tunjangan yang tidak mencerminkan apapun. Benarkah pernyataan menteri keuangan tersebut? Dan jika benar apakah solusi yang yang tepat untuk mengatasinya? Padahal anggaran untuk memenuhi sertifikasi guru merupakan bagian dari 20% anggaran pendidikan di APBN. Di sisi lain beratanya perjuangan mengikuti pendidikan profesi guru (PPG) sebagai syarat memperoleh sertifikat pendidik justru membuat guru harus meninggalkan kegiatannya di sekolah dan fokus di depan komputer mengikuti zoom meeting hampir setiap hari dan menyelesaikan tugas-tugas. Perubahan kebijakan PPG membuat banyak guru kelabakan mendapatkan solusinya.
Kritikan terhadap kualitas guru hasil pendidikan profesi guru dan pendidikan yang dilontarkan oleh menteri keuangan tersebut bukanlah yang pertama kali. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan pemberian tunjangan profesi guru masih belum dimbangi dengan peningkatan mutu guru secara signiifikan. Tahun 2015, Bank Dunia menerbitkan buku berjudul Reformasi Guru di Indonesia: Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan yang menyebutkan bahwa sertifikasi belum berhasil meningkatkan kompetensi guru ataupun hasil belajar siswa. Kajian anggaran pendidikan kantor staf presiden menyimpulkan manajemen guru belum berorientasi pada kualitas.
Program Guru Penggerak (PGP)
PGP merupakan program pelatihan dan pendidikan yang diluncurkan dan menjadi prioritas unggulan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejak tahun 2020. Program ini gabungan beberapa kegiatan diantara pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama sembilan bulan bagi calon guru penggerak. PGP memfasiitasi guru untuk memiliki kompetensi kepemimpinan pembelajaran. Saat ini, PGP telah sampai pada seleksi calon guru angkatan 11. Guru yang telah menyelesaikan PGP diberikan sertifikat dengan nilai 306 jam pelajaran. Selanjutnya guru penggerak akan menjadi prioritas untuk memimpin satuan pendidikan dan komunitas belajar.
Namun beberapa kritik masyarakat menyatakan bahwa PGP memiliki beberapa kekurangan karena status guru penggerak didapatkan bukan karena jalan panjang komitmen guru yang sungguh-sungguh berjuang dalam mengubah diri dan lingkungannya secara kontinyu melainkan diperoleh melalui proses pendidikan untuk memeproleh bersertifikat, yang begitu selesai proses pendidikan, hasilnya langsung dianggap suatu prestasi dan status guru “tingkat dewa”.
Padahal di satu sisi, selama guru mengikuti PGP justru kadang ia meninggalkan kegiatan pembelajaran yang seharusnya dilaksanakan. Sementara itu, banyak dilingkungan kita terdapat guru berdedikasi dengan komitmen dan sungguh-sungguh melakukan mentransformasi pendidikan dalam kesunyian meninggalkan hiruk-pikuk pencitraan status justru adalah orang-orang yang sungguh-sungguh telah mentransformasi pendidikan di sekolahnya. Mereka inilah orang-orang yang menjadi penggerak dan transformator yang sesungguhnya. Namun, keberadaan mereka tidak terdeteksi dan kurang diakui. Hal ini membuat banyak pengamat menyatakan kebiajakan guru penggerak dan sekolah penggerak merupakan kebijakan yang elitis sehingga tidak menyentuh substansi masalah pendidikan dan mutu guru, walau sebenarnya banyak juga guru penggerak yang berkualitas dan mengalami transformasi yang sangat berkualitas.
Guru Yang Berkualitas Untuk Menyongsong Bonus Demografi
Tahun 2045 Indonesia memiliki keuntungan bonus demografi, yaitu proporsi penduduk usia produktif yang lebih dari 60% penduduk Indonesia. Hal ini harus disikapi dengan peningkatan mutu agar bonus demografi menjadi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan bukan menjadi beban dalam pembangunan. Disinilah guru diharapkan melakukan tugasnya dengan baik.
Menurut ahli, kualitas guru ditentukan oleh keahlian (expertise), organisasi profesi (corporateness) dan tanggung jawab (responsibility).