Penerima PKH Berkurang 24.362 KPM, Hasil Evaluasi Triwulan III di Sumsel
--
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Jumlah penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) tahap IV di Provinsi Sumsel alami penurunan. Jika tahap III lalu ada 280.018 keluarga penerima manfaat (KPM), maka untuk tahap IV hanya 255.656 KPM.
Dengan begitu, terjadi penurunan 24.362 KPM. Dengan kata lain, 24 ribuan rumah tangga itu tidak lagi menerima bantuan perlindungan sosial (perlinsos) dari pemerintah.
Berkurangnya penerima PKH karena beberapa faktor. Bisa karena KPM dianggap sudah mampu, meninggal, tidak layak dapat bantuan dan sebagainya. “Pada intinya, mereka dianggap tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan dari pemerintah,” ujar Munawir, Koordinator Wilayah II PKH Sumsel, kemarin.
Menurutnya, penurunan bisa terjadi karena inisiatif KPM yang aktif melapor dan bisa juga hasil evaluasi dari tenaga pendamping PKH di lapangan yang rutin melakukan monitoring.
"Data evaluasi kemudian disampaikan ke Dinsos kabupaten/kota/provinsi lalu ke pusat," ujar dia. Munawir menambahan, jumlah penerima PKH di Sumsel dari tahun ke tahun terus berkurang. Sebagai perbandingan, pada 2020 lalu yang menerima PKH di Sumsel mencapai 322 ribu KPM.
Jika dibandingkan sekarang, artinya dalam kurung waktu tiga tahun ada penurunan sekitar 67 ribu PKH. Dari angka penerima PKH tahap IV ini, termin I sudah disalurkan kepada semua KPM. “Belum tahu berapa termin penyaluran untuk PKH tahap IV ini. Sebab, pada tahap III yang lalu saja realisasinya hingga tujuh termin,” beber Munawir.
Ia menyebut, penerima PKH terbanyak berada di wilayah Kota Palembang yang mencapai 40.437 KPM. Berikutnya Kabupaten Muara Enim 26.112 KPM, Kabupaten Banyuasin 25.504 KPM, Musi Rawas 23.097 KPM, OKI 22.130 KPM, Ogan Ilir 21.817 KPM dan OKU Timur 20.891 KPM.
Kepala Dinas Sosial Sumsel, Mirwansyah mengatakan, penurunan jumlah penerima perlindungan sosial itu sesuai dengan angka kemiskinan ekstrem di Sumsel yang pada tahun ini menurun. Dari 3,19 persen pada 2022 menjadi 1,22 persen di 2023 ini.
"Penyaluran bansos ini kan identik dengan angka kemiskinan ekstrem di suatu wilayah. Jadi ketika kemiskinan jumlahnya turun, penerima bantuan juga pasti berkurang. Kalau angkanya naik, justru menjadi perdebatan," ujarnya.
Ia menambahkan, pengurangan KPM yang terjadi juga diiringi dengan penambahan KPM yang mampu. Hanya saja, jumlah penambahan tidak sebanyak yang digraduasi. "Untuk informasi pengurangan dan penambahan bukan ranah kita. Itu masuk dalam DTKS di Kementerian Sosial. Dinsos di provinsi tidak mengetahuinya," tukasnya.(yun)