Korupsi Rawan di Pelayanan Publik, 70 Persen Kasus Suap Menyuap
--
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, Pemprov Sumsel menekankan kepada para pejabat/penyelenggara negara maupun pimpinan BUMN dan BUMD agar menyampaikan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Sekda Sumsel, SA Supriono menegaskan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) efektif meminimalisir penyimpangan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
"Namun penerapan GCG, perlu memanfaatkan aparat penegak hukum termasuk KPK dalam menyosialisasikan peraturan perundang-undangan berhubungan dengan tindak pidana korupsi. Penerapan GCG pada BUMN/BUMD merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi," katanya membuka Rapat Koordinasi Aksi Pencegahan Korupsi pada Badan Usaha di Provinsi Sumsel di Hotel Santika Premiere, Selasa (7/11).
Selain, kata dia, mendorong penerapan sistem pengendalian intern atau Fraud Control Plan (FCP). “BUMN/BUMD berisiko fraud, pengimplementasian FCP mengoreksi kebijakan, memastikan penyelesaian hambatan, menyesuaikan harga, dan menyelesaikan pembayaran klaim pihak ketiga,” tuturnya.
Supriono menyebut korupsi di Indonesia terjadi hampir di seluruh penyelenggara negara, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Termasuk lembaga-lembaga penegak hukum, bahkan di semua institusi resmi seperti BUMN, BUMD, dan sebagainya.
"Kasus korupsi dalam beberapa tahun terakhir pun membuat perekonomian Indonesia terpuruk. Apalagi sudah masuk pula ke seluruh lini kehidupan. Tak hanya di birokrasi atau pemerintahan tapi juga merambah BUMN dan BUMD," ujar Supriono.
Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah 54/2017 tentang BUMD, perusahaan daerah didirikan untuk memberi manfaat dalam perkembangan perekonomian daerah, memberikan kemanfaatan umum bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat serta memperoleh laba atau keuntungan. "Hanya saja, BUMD belum berkontribusi optimal dalam peningkatan perekonomian daerah dan sebagai salah satu sumber PAD," jelasnya.
Saat ini kondisi sebagian besar BUMD dalam kondisi tidak baik dan belum menghasilkan keuntungan, sehingga perlu dilakukan tata kelola yang baik. Titik rawan korupsi di BUMD ada pada pemanfaatan penyertaan modal yang tidak transparan dan akuntabel, penyuapan melancarkan proyek, pemanfaatan dana CSR (gratifikasi), tidak hati-hati mengambil keputusan, pemilihan direksi dan dewan pengawas kurang selektif, rendahnya pengendalian dan pengawasan fraud dan implementasi Good Corporate Governance yang belum optimal.
"Semestinya pengelola BUMD berasal dari tenaga profesional, agar pada proses pelaksanaannya dapat bekerja dan memberikan keuntungan bagi daerah," tegasnya.
Selain itu, birokrasi perizinan juga menjadi salah satu permasalahan yang menjadi kendala bagi perkembangan dunia usaha. Hal itu banyak dikeluhkan masyarakat, di antaranya tidak memiliki kejelasan prosedur, berbelit-belit, tidak transparan, waktu pemrosesan tidak pasti dan tingginya biaya tidak resmi.
Deputi Kepala BPKP Bidang Investasi, Agustina Arumsari mengatakan korupsi rawan terjadi pada sektor pelayanan publik, tidak terkecuali sektor Badan Usaha sebagai salah satu aktor penyelenggara pelayanan publik. Secara statistik tercatat 53 kasus korupsi melibatkan Badan Usaha dari BUMN, BUMD, BLUD, BLU, dan BU lainnya. Sebagian besar merupakan kasus korupsi suap menyuap.
Hal ini diperkuat pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri, bahwa 70 persen kasus korupsi dalam Badan Usaha merupakan jenis kasus suap menyuap. “Oleh karena itu diperlukan cara dan pendekatan khusus untuk mencegah tindak kejahatan korupsi baik secara teoritik maupun instrumentatif,” tandasnya. (yun/fad)