https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Menyulap Sampah Menjadi Rupiah

Pakai Sistem Ijon dan Menabung Sampah

PALEMBANG - Hujan turun rintik-rintik saat Parji (40), seorang pemulung bergegas mendatangi TPS 3R Kartini di Jl Bakti, Kelurahan Lorok Pakjo, Kecamatan Ilir Barat 1, Kota Palembang. Di sana dia menemui Ardi Suprapto, Sekretaris sekaligus Bendahara KSM Tunas Harapan TPS 3R Kartini yang tengah sibuk memilah sampah botol plastik.

“Mau kasbon dulu Pak Ardi, Rp200 ribu,” pinta warga Puncak Sekuning ini, Rabu (25/1) pagi. Uang itu, katanya, untuk membeli beras dan bahan pokoknya lain yang sudah habis di rumah, sementara sampah plastik belum terkumpul. “Mungkin beberapa hari saya cicil lagi sampahnya, Pak. Belum sampai 50 kg,” lanjut Parji yang biasa bawa gerobak saat mengangkut sampah plastik dan kardus ini.

Ardi mengaku beberapa pemulung sudah biasa kasbon dulu ke TPS 3R Kartini ketika punya kebutuhan mendesak, misalnya mencukupi sembako sehari-hari atau jelang puasa-Lebaran, membayar biaya sekolah anak, membayar utang, dan kebutuhan darurat lainnya. “Namanya sistem ijon, dimana pemulung yang biasa menjual sampah ke sini boleh kasbon (meminjam uang, red) dulu,” terang pria yang juga Ketua RW 11, Kelurahan Lorok Pakjo ini.

Dikatakan, nilai kasbonnya pun bermacam-macam antara Rp200 ribu hingga Rp500 ribu. “Nanti pinjaman itu bisa dibayar dengan sampah, seperti pemulung atau warga menjual sampah ke TPS Kartini. Hitungannya berapa nilai sampahnya mengurangi pinjamannya,” ujar Ardi. Tetapi jika pemulung tidak kasbon, maka jual beli seperti biasa berkisar 12-30 kg senilai Rp20 ribu-Rp50 ribu langsung dibayar tunai.

Menurut Ardi, pihaknya membeli beberapa jenis sampah, yakni sampah plastik meliputi gelas (cup) atau botol plastik dan sejenisnya Rp1.600 per kg, sampah kardus Rp1.300 per kg, dan kertas Rp1.500 per kg. “Kalau sampah yang dijual sedikit misalnya hanya 2-3 kg sekali jual, bisa pakai sistem tabungan. Kita punya Bank Sampah Kartini, warga yang jual sampah kita kasih buku tabungan, lalu kita catat berapa nilai sampahnya secara berkala,” ungkapnya.

Ketika nilai tabungannya sudah banyak, nasabah bisa mengambil tabungannya langsung. “Ada sekitar 50-an orang yang sudah menabung sampah ke Bank Sampah Kartini. Biasanya mereka baru mengambil uang hasil penjualan sekitar 2 bulan hingga setahun sekali, atau tergantung berapa banyak jumlah tabungan dan ketika ada kebutuhan mendesak,” bebernya. Yang pakai sistem menabung ini rata-rata warga sekitar, punya sampah plastik di rumahnya, ketimbang dibuang lebih baik dijadikan Rupiah (uang, red).

“Mereka mengumpulkan sendiri sampah rumah tangga dan memilahnya. Tetapi pemulung keliling mencari dan memilah sampah di TPS-TPS, termasuk TPS 3R Kartini,” imbuhnya. Ardi pun menunjukkan lokasi TPS yang persis berada di samping Bank Sampah Kartini. Terlihat sejumlah petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Palembang sedang mengangkut sampah ke bak dump truck, untuk selanjutnya dibawa ke TPA Sukawinatan. Biasanya limbah yang sudah terpilah dan tak bisa diolah, seperti limbah beracun berbahaya, logam kaca, alat-alat kesehatan, dan lainnya. Sehari, lanjut Ardi, ada sekitar 5 ton sampah rumah tangga berbagai macam yang dibuang warga Kelurahan Lorok Pakjo atau motor sampah ke TPS tersebut.

Selain dibayar tunai, penjualan sampah juga bisa via transfer buku tabungan. “Kita juga ada kerja sama dengan perbankan menerbitkan buku tabungan bank untuk anggota. Ketika tabungan sampahnya sudah senilai Rp100 ribu, bisa kita bukakan rekeningnya. Setelah itu pembayaran bisa kita transfer, tapi tergantung warga atau pemulungnya mau dibayar cash atau transfer. Beberapa warga sudah memanfaatkan fasilitas ini,” jelas pengusaha jasa angkutan ini.

Dengan segala kemudahan dan keuntungan bahwa sampah itu bernilai, pihaknya berharap masyarakat semakin peduli dengan lingkungan. “Minimal bisa mengelola sampah dari rumah, memisahkan mana sampah organik, non organik, atau sampah beracun sebelum membuangnya ke TPS. Bahkan secara ekonomis masyarakat bisa mengambil keuntungan dari limbah ini dan menjadikannya Rupiah dengan menjualnya ke TPS 3R,” bebernya. Jika setiap warga melakukan aksi yang sama, tak akan ada lagi sampah-sampah berserakan di pinggir jalan atau menumpuk penuh di TPS. Lingkungan menjadi lebih bersih, asri, dan hijau berkat kepedulian bersama.

“Keberadaan kami berusaha menularkan kepedulian lingkungan ini, minimal bagi masyarakat lingkungan sekitar, mengajak bersama-sama menjaga bumi supaya tetap lestari dan bebas sampah,” tuturnya. Dengan sampah sudah terpilah, kata Ardi, akan mengurangi tumpukannya di TPS dan yang dibawa ke TPA. Saat ini kondisi TPA Sukawinatan seluas 25 hektare sudah over kapasitas, sampah-sampah sudah menggunung karena sehari sampah perkotaan (Palembang) yang masuk bisa mencapai 1.200 ton. Jadi sekarang, pembuangan sampah akhir juga dibawa ke TPA Karyajaya yang luasnya mencapai 45 hektare.

Supaya operasional terus berkelanjutan, TPS 3R Kartini juga mengambil keuntungan dari limbah rumah tangga maupun industri. “Sesuai dengan namanya, kami mengelola dan menangani sampah dengan metode zero waste solution, mulai dari reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan rot (membusukkan sampah),” imbuhnya. Ini sudah dilakukan sejak TPS 3R berdiri tahun 2016 lalu.

Menurutnya, ada 2 jenis sampah yang kemudian diolah menjadi barang bernilai, yakni sampah organik berupa sisa sayur, kulit buah, makanan yang busuk, dan sejenisnya. Lalu sampah non organik seperti plastik, kertas, kardus, dan sejenisnya. “Yang kita terima (beli) yang dapat diolah saja, kecuali sampah organik biasanya banyak warga atau pemulung meletakannya saja secara percuma ke sini,” tuturnya.

Dalam pengolahan, kata Ardi, pihaknya punya beberapa mesin yaitu mesin pencacah kompos, mesin pencacah plastik, dan mesin press plastik yang semuanya bantuan BUMN.  “Sampah organik kita sulap menjadi pupuk kompos dan pupuk cair, sehari kita bisa terima sekitar 30-40 kg dari warga sekitar. Namun ini tak langsung kita olah, kita tumpuk dulu sebagai stok hingga 2 ton,” ujarnya. 

Di sela-sela itu, pihaknya sambil menunggu proses pelapukan bahan-bahan organik menjadi pupuk kandang. “Kami hanya punya satu bak kompos kapasitas 2 ton jadi pembuatannya bertahap. Sekali produksi, prosesnya cukup lama mencapai 30-40 hari, semua sampah kita tumpuk jadi satu di bak kompos. Kita berikan pengurai bakteri atau mikroorganisme efektif (em), lalu tinggal menunggu saja sebulan,” ujarnya.

Biasanya setiap satu ton sampah organik menghasilkan sekitar 400-500 kg pupuk kompos dan 500 liter pupuk cair. “Pupuk kompos yang sudah dicacah kita jual Rp10 ribu per 3 kg dan pupuk cair 600 ml Rp10 ribu. Pembelinya selain masyarakat sekitar, ada juga perusahaan BUMN. Kami sering kehabisan, minat pasar cukup tinggi,” imbuh Ardi.

Staf Penerimaan Barang TPS 3R Kartini, Muhammad menambahkan untuk sampah plastik sendiri dicacah atau dipress. “Yang kita cacah misalnya beberapa jenis gelas atau wadah plastik minuman makanan bening. Untuk botol plastik kita press dan kita tumpuk,” imbuhnya. Setelah cukup banyak dijual ke pabrik biji plastik. Biji plastik inilah yang kemudian dicetak kembali oleh industri menjadi produk plastik siap jual. “Selain kita jual, ada juga plastik yang kita sulap menjadi barang kerajinan, seperti vas bunga, keranjang, wadah makanan, celengan, sehingga limbah dapat kembali dimanfaatkan,” tandasnya.

Direktur Bank Sampah Kartini, Eka Elida berharap keberadaan TPS 3R dan bank sampah bisa memberi keuntungan bagi masyarakat, supaya makin banyak yang peduli lingkungan. "Kita mengajak warga sekitar memanfaatkan sampah menjadi bernilai dengan cara menabung sampah," kata inisiator TPS 3R Kartini ini. Dengan aksi peduli 3R, sampah tak akan lagi menjadi persoalan kritis dan menggunung di TPA. (fad/) https://sumateraekspres.bacakoran.co/?slug=sumatera-ekspres-24-januari-2023/

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan