https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Perang Gaza

Disway--

TIDAK perlu sumpah: saya sudah menyiapkan tulisan tentang perang di jalur Gaza. Lalu saya baca komentar Bung Mirza Mirwan: saya mundur. Tulisannya tentang Hamas bagus sekali. Lebih bagus dari seandainya saya jadi menulis soal Gaza.

Saya menyadari: pengetahuan saya tentang perang di Gaza sama dengan pengetahuan Anda. Sama-sama mengandalkan berita media mancanegara. Kalau toh beda-beda tipis hanya keterlibatan emosinya. Tulisan Pak Mirza terasa lebih bersimpati pada Palestina.

Kalau saya yang menulis  mungkin tidak bisa semenarik itu. Saya tahu: tulisan yang menarik adalah yang ada campuran emosi di dalamnya. Pun saya. Tidak bisa lepas dari emosi itu.

Hanya saja karena terbiasa sebagai wartawan saya harus berusaha imbang. Pasti tidak bisa 100 persen. Setidaknya ada berusaha –dan sering gagal.

Dalam perang kali ini hati nurani tidak bisa dimungkiri: militan Palestina menyerang duluan. Tiba-tiba. Tidak disangka. Berhasil menerobos perbatasan Israel di bagian selatan.

Aneh. Perbatasan yang dijaga ketat bisa diterobos. Betapa kuat serangan militan Palestina ini. Betapa lengah penjagaan perbatasan.

Saya harus mengikuti pemberitaan media yang pro Israel juga. Ingin tahu dari sisi sana. Umumnya mirip: banyak menampilkan sisi penderitaan manusia yang kampungnya diserang dan diduduki militan Palestina. Warga sipil. Wanita. Anak-anak.

Media pro Palestina juga menampilkan sisi penderitaan manusia di Palestina. Warga sipil. Wanita. Anak-anak. Yakni ketika Israel membalas serangan itu lebih dahsyat. Dengan kekuatan militer negara. Masih dibantu Amerika, Inggris dan Jerman.

Kekuatan pun menjadi tidak imbang. Yang bergerak di Palestina hanya unsur militan. Sekitar 50.000 orang. Di sisi Israel yang bergerak seluruh militer dan polisi negara: sekitar 500.000.

Maka tugas saya menjadi sangat ringan. Terutama di saat sangat sibuk belakangan ini. Bung Mirza telah membuat pembaca Disway tidak ketinggalan isu besar. Komentar dari Bung Baihaqi kemarin pun terjawab.

Saya jadi teringat komitmen tahun lalu: perlunya dibuka rubrik khusus untuk menampung tulisan-tulisan pembaca. Setelah dibuka hasilnya kecewa: tidak ada yang berminat. Tidak ada tulisan yang dikirim.

BACA JUGA:Galang Dana untuk Palestina

Tapi saya tidak kecewa. Belakangan banyak sekali komentar yang sangat berbobot. Sampai bingung memilih. Dulu saya batasi maksimum memilih 29 komentar.

Alasannya: teknis. Melebihi 29 tidak bisa saya kirim. Sudah begitu susah memilih akhirnya ''hilang''. Harus memilih lagi. Kirim lagi. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan