Retribusi Jasa Labuh Tumpang Tindih
*Pengusaha Protes, Ditarik Dishub dan KSOP
PALEMBANG - Penarikan retribusi jasa labuh ke kapal yang berlabuh dengan besaran Rp55/GT mulai tahun 2023 oleh pemerintah melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Sumsel mendapat protes dari pelaku usaha dan DPC INSA Palembang. Karena penarikan ini menjadi dua kali, yakni Dishub Sumsel dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Palembang.
Purwanto, salah satu pemilik kapal menjelaskan retribusi yang diterapkan Dishub Sumsel ini kurang tepat. Pasalnya hal yang sama juga dilakukan oleh KSOP Palembang.
"Kalau Dishub Sumsel ikut menarik retribusi jasa labuh, berati sama dengan apa yang dipungut KSOP Palembang. Dengan kata lain, ini sama saja mengambil dua retribusi dalam satu objek pajak yang sama. Ini yang kami pertanyakan terkait regulasi dan kewenangan penarikan retribusi ini,” ujarnya, kemarin.
Pada prinsipnya, pihaknya tak masalah dengan besaran retribusi, namun harus dijelaskan mekanisme retribusinya. Jangan sampai satu objek pajak, namun retribusi jasa labuh yang dibayar dua kali. Apalagi menurutnya, penarikan retribusi oleh Dishub Sumsel menggunakan Perda, sementara KSOP menggunakan PP dan Permenhub. Dengan demikian, lanjutnya, terjadi tumpang tindih aturan penarikan retribusi jasa labuh. Selain itu Dishub Sumsel juga selama ini tidak memberikan pelayanan kepada pemilik kapal maupun selama proses pelayaran hingga berlabuh.
"Oke kita bayar, namun pelayanan apa yang diberikan Dishub ke kami sebagai konsumen yang dikenai retribusi. Kalau KSOP itu jelas, jika kita tidak membayar retribusi jasa labuh, maka surat izin berlayar tidak keluar. Kalau dari Dishub Sumsel, apa yang diberi ke kami. Intinya kita minta kejelasan dan kepastian hukum terkait kewenangan penarikan retribusi tadi," terangnya.
Lalu terkait kapal yang tak membayar retribusi ke Dishub Sumsel diancam bayar denda tiga kali lipat dari jumlah retribusi yang ditarik sangat memberatkan. Begitupula ancaman kapal tidak bisa berlayar atau ditahan sementara waktu, tentu ini merugikan pelaku usaha. "Belum apa-apa sudah diancam denda bayar tiga kali lipat. Ini juga bukan secara tertulis namun disampaikan lewat pesan WhatsApp. Bagaimana sektor usaha dapat bergerak, bila belum apa-apa sudah seperti ini," terangnya.
Ketua DPC INSA Palembang, Kurmin Halim SH juga menyayangkan langkah Dishub Sumsel yang menarik retribusi jasa labuh bagi kapal-kapal yang berlabuh. Pasalnya apa yang ditarik retribusi itu sama dengan yang ditarik KSOP perpanjangan tangan Kemenhub, dalam hal ini Dirjen Perhubungan Laut. "Ini jadi dilema bagi kami selaku anggota INSA. Satu objek pajak dikenakan retribusi dua kali. Kami melihat tidak ada kesinkronan antara Dishub dan KSOP. Apalagi kapal yang akan melakukan pelayaran harus lebih dulu mendapat surat izin berlayar (SIB) atau olah gerak. Untuk bisa dapatkan pelayanan di KSOP, perusahaan harus mengajukan izin berlayar ke KSOP. Untuk mendapatkannya, harus juga disertai bukti lunas jasa labuh. Kalau tidak, izin berlayar atau olah gerak tidak dikeluarkan KSOP," ungkapnya.
Namun di sisi lain, Dishub Sumsel, berdasarkan SK Gubernur juga sudah jalankan fungsi perairan yang menguasai perairan dengan keluarkan uang labuh. Meskipun demikian, kata Kurmin, pihaknya akan tetap bayar. Baik ke negara maupun provinsi, akan tetap dibayar. Namun hal ini tidak mungkin dibayar dua kali di objek yang sama, karena bila ini tetap dilakukan tentu melanggar aturan yang ada. Karena PBB hanya dibayar satu kali di objek pajak yang sama.
"Kita kecewa atas apa yang dilakukan Dishub Sumsel. Ini harusnya diselesaikan dulu dengan Dirjen Hubla (KSOP Palembang). Apa yang jadi hak KSOP dan apa hak Dishub Sumsel. Kedua lembaga harus duduk bersama membahas semua ini, sehingga tidak ada tumpang tindih. Ini pemerintah sama pemerintah yang ribut, pelaku usaha jadi korban," bebernya.
Kalaupun nanti berdasarkan SK Gubernur mengatur penguasaan 12 mil laut, dirinya juga mempersilakan. Namun hendaknya, masalah ini diselesaikan terlebih dulu. Fakta di lapangan sangat jelas, Dishub Sumsel sejauh ini tidak memberikan pelayanan ke pelaku usaha dan hanya menjaga perairan.
“Kan sudah ada SKB 3 menteri menyatakan wewenang perairan dikembalikan ke Dirjen Perhubungan Laut (Hubla). Jadi kewenangan Dishub tidak ada, kalau sekarang Dishub mau masuk wilayah, kami selaku pelaku usaha persilakan dan akan membayar. Namun kami juga tidak mungkin membayar dua kali," jelasnya.
Berkaitan adanya ancaman denda bayar tiga kali bagi yang tak membayar, diakuinya hal itu bentuk arogansi. Apalagi penerapan dan sosialisasi juga belum sampai ke INSA. Dimana di surat yang diterima dari anggotanya ada tembusan ke INSA, namun dirinya sampai saat ini belum menerimanya. Begitupun ditanyakan ke KSOP, juga tidak menerima.
Kepala KSOP Palembang, Mayor Sandi melalui Kasi Penyusunan Rencana Induk dan Pengembangan Pelabuhan, M Teguh mengungkapkan penarikan retribusi uang jasa labuh sudah melalui mekanisme yang ada. Bahkan untuk kapal-kapal yang akan berlabuh juga sudah tahu dan melaksanakannya secara online. Sehingga kapal yang akan berlabuh sudah harus melunasi retribusi jasa labuh. Begitupun untuk bisa mendapatkan izin berlayar, bukti lunas jasa labuh menjadi syarat terbitnya surat izin berlayar (SIB) dari KSOP.
"Ini masuk kas negara yakni pendapatan negara bukan pajak. Uang labuh itu menjadi syarat dikeluarkannya SIB oleh KSOP. Bila tidak dilunasi atau belum membayar, secara otomatis kita tidak keluarkan SIB hingga dilunasi. Kondisi yang ada sekarang, terkait ada penarikan retribusi jasa labuh dari Dishub Sumsel, kita menunggu surat resmi dan petunjuk Dirjen Hubla," pungkasnya.
Sebelumnya, terhitung 1 Januari 2023, Dishub Provinsi Sumsel melakukan pungutan retribusi pelayaran. Jadi setiap prasarana, berupa bangunan seperti pelabuhan atau terminal khusus (tersus) memiliki kewajiban membayar retribusi ke Pemprov Sumsel. Besaran retribusi itu Rp2.500 per meter setiap tahun. Sementara kapal yang melalui perairan juga wajib membayar retribusi sebesar Rp55/GT setiap kunjungan kapal. "Kita akan mengoptimalkan pungutan ini, demi meningkatkan PAD," kata Kepala UPTD Penyelenggara ASDP dan Laut Dishub Provinsi Sumsel, Johan Wahyudi ST MEng. (afi/yud/fad/)