Kesulitan Bahan Baku, Minim Penerus
*Gerabah Maju Bersama, Kelompok Perajin Gerabah di Kalidoni Palembang
Makin sedikit warga yang punya kemampuan membuat aneka kerajinan dari tanah liat. Salah satu yang tersisa, kelompok Gerabah Maju Bersama.
Berlokasi di Lr Keramik, RT 11, RW 05, Kelurahan Sei Selincah, Kecamatan Kalidoni. Palembang.
Ibnu Holdun - Palembang
Pada salah satu bangunan kayu seperti gudang, seorang pria tua tengah membuat gerabah.
Tangannya begitu terampil mengolah tanah liat hingga menjadi berbagai bentuk. Mulai celengan, pot bunga, guci besar, angglok untuk menyan, kendi gantung, dan kendi untuk tembuni.
Pria itu, Suwardi (70). Satu dari perajin gerabah yang masih aktif hingga sekarang.
Katanya, di lorong tempat tinggal mereka, tinggal enam tempat perajin gerabah yang tersisa.
“Selain saya, juga di tempat Pak Mardi, Koyok, Agus, Heri dan Tasa,” ungkap Suwardi, kemarin.
Kecemasan mereka, tak ada lagi penerus yang melestarikan kemampuan membuat gerabah.
“Kami semua yang tersisa sekarang sudah usia 70 tahun atau lebih,” bebernya. Beruntung, beberapa keturunan mereka ada yang masih tertarik untuk belajar membuat gerabah.
Tapi, tidak sepenuhnya berkomitmen untuk mengabdikan diri sebagai perajin gerabah.
Anggota kelompok Gerabah Maju Bersama ini membuat berbagai produk gerabah.
Menurut Suwardi, yang paling diminati saat ini adalah celengan dan kendi untuk tembuni bayi baru lahir.
Harga jual celengan Rp20 ribu hingga Rp50 ribu. Sedangkan kendi untuk tembuni Rp15 ribu hingga Rp20 ribu.
Untuk pemasaran gerabah tidak terlalu sulit. Pedagang sering berkunjung untuk membeli gerabah yang sudah jadi. Mereka akan jual kembali ke pasar.
Suwardi dan kawan-kawannya juga juga menjual gerabah buatan mereka secara langsung kepada pengunjung yang datang.
Dalam sebulan, Suwardi mengaku bisa dapatkan pendapatan sekitar Rp3 juta. Cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan sang istri.
Salah satu kendala sekarang, kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Mereka harus membeli tanah liat dari Talang Betutu atau Km 12.
Tanah dari daerah tersebut memiliki kualitas yang bagus dan tidak mudah pecah saat dibentuk menjadi gerabah.
Harga satu truk tanah itu mencapai Rp2 juta. Kemudian kayu bakar. Biasanya mereka dapatkan dari depot atau menebang pohon dari hutan di kawasan Mata Merah.
Kata Suwardi, proses pembuatan gerabah membutuhkan waktu sekitar dua minggu sebelum gerabah tersebut siap untuk dibakar dan dijual.
Di Lr Keramik itu, terdapat semacam anjungan. Tempat penjualan gerabah hasil buatan para perajin. “Kami pajang di sini.
Pengunjung bisa memilih mana yang mau dibeli,” pungkasnya. (iol)