Bibit Unggul Pacu Produktivitas Sawit
PALEMBANG – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerian Pertanian RI terus berupaya melakukan percepatan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Salah satunya melalui pertemuan Koordinasi Pemantapan,
Penyediaan dan Pengawasan Peredaran Benih Kelapa Sawit se-Sumatera di Hotel Wyndham, kemarin (26/6). Acara berlangsung hingga 28 Juni 2023 mendatang.
Direktur Perbenihan Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementan RI, Gunawan SP MSi mengatakan penggunaan bibit unggul, bermutu, bersertifikat,
dan berlabel merupakan salah satu upaya meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan, terutama kelapa sawit.
Karenanya dalam upaya meningkatkan produksi usaha perkebunan, Kementan RI telah meluncurkan aplikasi Bank Benih Perkebunan (BabeBUN).
Saat ini petani sawit juga sudah dimudahkan mengakses benih kelapa sawit melalui 19 produsen sumber benih kecambah yang menghasilkan 70 varietas benih unggul.
Selain itu terdapat 216 produsen benih pembesaran yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sehingga tak ada alasan lagi bagi petani peserta PSR kesulitan mendapat bibit sawit unggul.
Gunawan mengakui dengan adanya aplikasi BabeBUN, koperasi bisa melihat atau mencari sumber benih terdekat dari lokasi dilaksanakannya PSR.
Ini penting mengingat kelapa sawit sebagai sumber devisa negara sehingga program PSR menjadi penting untuk memperbaiki produktivitas nasional.
“Rendahnya produktivitas nasional karena rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit milik petani.
Artinya dengan memperbaiki produktivitas nasional sama saja memperbaiki produktivitas milik petani. Dengan meningkatkan produktivitas lahan petani sama saja dengan meningkatkan ekonomi petani,” tuturnya.
Terkait program PSR, benih memiliki peran strategis dalam pelaksanaanya karena untuk proses penyiapan benih diperlukan waktu antara 3-24 bulan atau satu tahun sebelum penanaman.
Selain itu investasi yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan PSR sangat besar dengan harapan yang besar juga.
Investasi dan harapan yang besar akan sia-sia manakala pelaksanaan PSR menggunakan benih asalan atau benih ilegitim.
Beberapa dampak negatif akibat penggunaan benih sawit ilegitim, antara lain tanaman lambat berbuah, produksi TBS lebih rendah dari produksi normal, proses pengolahan tidak efisien, serta kerugian finansial dan ekonomi.
Kadis Perkebunan (Kadisbun) Sumsel, Ir H Agus Darwa menyambut baik program PSR.
Karena tak sedikit petani perkebunan yang dahulu menggunakan benih asalan atau tidak bersertifikat.
“Memang saat ditanam benih tersebut akan tumbuh, tapi tidak berbuah secara maksimal.
Sehingga dengan adanya program PSR diharapkan benih yang ditanam bisa berbuah maksimal,” imbuhnya.
Senada Ketua Forum Kerja Sama Produsen Benih Kelapa Sawit (FKPB-KS), Dwi Asmono, menyatakan siap mendukung terwujudnya program PSR.
Berapa pun kebutuhan benih untuk PSR, produsen benih siap memenuhinya.
“Jika dahulu Indonesia dikenal sebagai produsen minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia, saat ini Indonesia juga sebagai produsen benih kelapa sawit terbesar di dunia,” pungkasnya. (kms/fad)