https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Hobi Berkebun, Dorong Sampah Organik Jadi Pupuk

*Prof Ir Edizal AE MS, Rektor Universitas Tridinanti Palembang

Di luar kesibukannya Rektor Universitas Tridinanti Palembang (UTP), Prof Ir Edizal AE MS punya kegemaran tak bisa ditinggalkannya.

Berkebun atau bertani. Baginya, itu bukan sekadar hobi. Tapi banyak manfaat yang ia rasakan.

  Mengulik lebih dalam hobi bertani tersebut, Sumatera Ekspres pun berkesempatan ngobrol santai dengan Prof Edizal, begitu sapaan akrabnya.

Baginya, bertani atau berkebun tidak sebatas meningkatkan perekonomian semata. Untuk kesehatan, dengan bertani atau berkebun itu, tubuh jadi bugar.

Dengan banyak energi terbakar, keluar keringat, badan sehat. "Jadi kalau ditanya apa hobi saya, ya berkebun,” ungkap Prof Edizal dalam dialek bahasa Palembang.

Untuk melampiaskan hobi berkebunnya itu, Prof Edizal punya kebun sendiri. Tanamannya pohon karet. Lokasinya di Putak, wilayah Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim.

Walaupun menurutnya tidak begitu luas, namun bisa mempekerjakan warga setempat.

“Itu memberikan penghasilan tambahan bagi mereka," beber Prof Edizal. Berkebun karet menjanjikan bagi petani. Getah karet tidak serta merta langsung dijual. Bisa disimpan.

"Harga pun sejauh ini semakin baik,” imbuhnya.

Berkebun karet juga tidak mengenal luasan lahan. Berapa pun luasnya, tanaman karet akan tetap ekonomis. Khusus di Sumatera Selatan (Sumsel).

“Terbukti, hampir 10 persen petani yang menggantungkan hidupnya dengan berkebun karet,” terang Prof Edizal. Dalam angka, ada sekitar 3 juta warga Sumsel yang tercatat berkebun karet.

Jadi perekonomian masyarakat Sumsel secara tidak langsung dipengaruhi hasil perkebunan karet.

Persoalan saat ini ada pada masalah pupuk yang semakin hari makin mahal.

"Sekarang pupuk langka dan mahal. Subsidi dan nonsubsidi sulit mendapatkannya," paparnya. Setahunya,

sebagian bahan baku pembuatan pupuk impor dari negara-negara Eropa. Terpengaruh perang Rusia-Ukraina.

Prof Edizal lalu menyoroti masalah sampah rumah tangga yang dihasilkan masyarakat Palembang. Setiap hari jumlahnya sangat banyak.

“Sebenarnya bisa diolah menjadi pupuk organik. Setelah lebih dulu pisahkan sampah anorganiknya,” kata dia.

Jika saja Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang memiliki kebijakan dan inisiatif untuk mengelola limbah sampah organik menjadi pupuk, maka itu akan dapat membantu kesulitan petani Palembang dan sekitarnya. Pengelolaan sampah juga bisa menjadi pundi-pundi rupiah. Tak menutup kemungkinan dapat menambah PAD Kota Palembang.

"Rangkaiannya, sampah organik bisa menghasilkan biogas untuk tenaga listrik. Juga bisa diolah menjadi pupuk organik," ungkapnya.

Pupuk organik ramah lingkungan. Kandungan nutrisinya lengkap.  Unsur N, P dan K semuanya sudah ada.

“Kalau pupuk anorganik belum begitu melengkapi kebutuhan akan nutrisi bagi tanaman," jelasnya.

Pengalamannya, pupuk anorganik ditebar di sawah, kalau kebanyakan P maka unsur haranya akan keras.

Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan malah tidak baik bagi tanaman.

"Jadi memang sejak zaman nenek moyang tidak menggunakan pupuk anorganik. Semuanya menggunakan pupuk alami," jelasnya. 

Dalam pembuatan pupuk alam, ada juga petani menggunakan cara membakar lahan.

"Kita harapkan kepada para petani tidak lagi membakar lahan. Sebaiknya, sampah organik baik berupa batang pohon maupun daun dan rumput itu dikuburkan saja.

Sehingga akan menjadi pupuk dan memenuhi seluruh unsur hara bagi tanaman," pungkas Prof Edizal. (Iol/)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan